Aceh Butuh Pusat Layanan Radio Onkologi
MANAJEMEN Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh terus berupaya menghadirkan sejumlah layanan spesifik yang dibutuhkan masyarakat selama ini. Salah satunya adalah Pusat Pelayanan Radio Onkologi yang dibutuhkan untuk melakukan penyinaran bagi penderita tumor.
“Kita sangat membutuhkan pusat layanan tersebut, sebab hingga kini Aceh belum memiliki pusat pelayanan Radio Onkologi. Akibatnya, para penderita tumor terpaksa harus ke provinsi tetangga yakni Sumatera Utara untuk melakukan penyinaran tumor sebagai salah satu proses penyembuhan,” kata Direktur RSUDZA dr Fachrul Jamal, Sp.An (Kic).
Menurut dr Jamal yang juga Ketua IDI Aceh itu, ketersediaan sarana penunjang merupakan salah satu hal yang utama untuk mendukung pelaksanaan tindakan medis di setiap rumah sakit termasuk di RSUDZA Provinsi Aceh.
Dalam rangka melengkapai berbagai sarana dan prasarana penunjang kesehatan di rumah sakit milik Pemerintah Aceh itu, pihak manajemen rumah sakit sudah merancang sejak jauh hari. Salah satunya adalah pembangunan pusat layanan Radio Onkologi. Hanya saja pembangunannya masih belum bisa direalisasikan, karena Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) belum menyetujui pinjaman dari Jerman. “Pinjaman luar negeri dari Jerman tersebut tidak hanya diperuntukkan membangun tiga rumah sakit regional di Aceh, tapi juga termasuk pembangunan Pusat Layanan Radio Onkologi di RSUZA,” katanya.
“Artinya, DPR Aceh perlu segera menyetujui peminjaman uang tersebut yang nantinya dapat dibayar melalui APBA, sebab jika tidak dibangun pusat layanan tersebut sama dengan membiarkan masyarakat tidak terlayani secara paripurna.”
dr Fachrul Jamal, Sp.An (Kic)
Direktur RSUDZA
Menurut dr Jamal, ketersediaan pusat layanan Onkologi sangat diperlukan oleh masyarakat di provinsi ujung paling barat Indonesia itu. Sebab selama ini ada sekitar 50 sampai 60 pasien penderita tumor setiap bulannya harus dirujuk ke rumah sakit di Sumatera Utara guna menjalani penyinaran tumor. “Artinya, DPR Aceh perlu segera menyetujui peminjaman uang tersebut yang nantinya dapat dibayar melaui APBA, sebab jika tidak dibangun pusat layanan tersebut sama dengan membiarkan masyarakat tidak terlayani secara paripurna,” kata orang nomor satu di rumah sakit milik Pemerintah Aceh tersebut.
Direktur RSUDZA mengaku jika peminjaman uang luar negeri tersebut telah lama dirintis untuk pembangunan rumah sakit. Dan saat ini malah sudah mendapat persetujuan dari Jerman. Hanya saja, tetap belum bisa ditindaklanjuti, mengingat belum adanya persetujuan DPR Aceh.
Fachrul Jamal menjelaskan untuk pengobatan tumor dapat dilakukan dengan tiga tahap yakni operasi, kemoterapi dan penyinaran dengan menggunakan sinar radio aktif.
Pihaknya berharap DPR Aceh dapat segera menyetujui peminjaman itu, sehingga pusat layanan radio onkologi yang akan dibangun di kawasan rumah sakit lama RSUDZA dapat segera direalisasikan, hingga dapat melayani masyarakat di Tanah Rencong.
Kehadiran pusat layanan tersebut akan ikut menambah sarana penunjang medis di RSUZA, sehingga masyarakat yang berada di provinsi berpenduduk sekitar lima juta jiwa itu tidak harus pergi jauh-jauh untuk berobat, cukup berada di rumah sakit milik daerah saja sudah, terlayani dengan hadirnya pusat layanan radio onkologi tersebut. (if)