Idul Fitri, Moment Merajut Solidaritas dan Soliditas
Salam Redaksi
SEIRING terbenamnya matahari di ufuk barat pertanda penghujung Ramadhan 1437 H telah sampai di ambang horison, pintu Syawal 1437 H mulai terbuka. Tibalah saatnya Idul Fitri 1437 H, sebuah hari kemenangan bagi semua ummat Islam, setelah menjalani puasa satu bulan penuh di Bulan Ramadhan.
Ramadhan menjadi sepenggal masa bagi kaum muslimin menempa kedisiplinan dan jiwa dari segala aspek. Kini tibalah saatnya kita merayakan kemenangan imani. Kemenangan atas perjuangan bathin dan lahiriah, hingga meraih status itqun minannaa r. Setelah sebelumnya mendapatkan anugerah dari Allah berupa rahmah dan maghfirah .
Idul Fitri bukanlah hari untuk hura hura, karena masih dalam koridor hari ibadah dan ajang silaturrahmi.
Sebulan berpuasa selama Ramadhan, tentu kita mendapat manfaat positif berkelanjutan secara ukhrawi paska Ramadhan yang kini telah berlalu.
Selama Ramadhan, banyak dosa secara vertikal terampuni dengan melakukan ibadah puasa serta ibadah lain, baik wajib maupun sunat kala satu bulan penuh Ramadhan. Kini ketika gerbang Idul Fitri mulai terbuka maka dosa horizontal pun harus diupayakan dapat terampuni pula, sehingga kita benar-benar dalam kondisi fitrah bersih dan suci dari dosa-dosa baik secara vertikal maupun horisontal, sejenak Ramadhan dan Iedul Fitri berlalu.
Karena itu pula di hari yang fitri ini, marilah kita saling memaafkan, baik dalam sebuah keluarga, antarkerabat, hingga sesama kaum muslim. Idul Fitri juga menjadi perajut untuk terjalinnya solidaritas dan soliditas ummat islam, tanpa terkota-kotak oleh status serta golongan. Ya Idul Fitri menjadi bidding power secara general bagi umat islam di dunia. Bahkan juga mencakup hingga lintas agama sekalipun.
Dalam konteks inilah seorang Antropolog Amerika Clifford Geertz menyatakan dalam bukunya The Relegious Of Java, bahwa lebaran merupakan wadah yang mampu mengakomodasikan perbedaan dan sebagai arena solidaritas, dimana anggota-anggota masyarakat yang tadinya terpisah secara vertikal maupun horisontal akibat perbedaan idiologi dan orientasi primordial dengan tegas mencair sehingga ia menempatkan lebaran sebagai momen integrasi masyarakat.
Khusus tahun ini moment Idul Fitri hendaknya juga menjadi perekat bagi seluruh elemen di Aceh, yang kini memasuki tahun politik. Yang tentu saja akan semakin riuh gemuruh menjelang makin dekatnya pesta Pilkada di awal tahun 2017.
Soliditas lintas sosial dan lintas kemasyarakatan yang terjadi kala Idul Fitri 2437 H ini, setidaknya menjadi penawar bagi munculnya potensi potensi konflik politik menjelang suksesi pemerintahan di Aceh tahun 2017. Baik itu di level propinsi maupun kabupaten/kota di Tanah Rencong ini. Alangkah indahnya jika hal tersebut dapat terealisasi di awal dekade negeri ini mencicipi damai, setelah tiga dekade silam sempat tercabik oleh konflik.
Iedul Fitri bisa menjadi moment bagi terwujudnya masyarakat yang mampu menempatkan hubungan yang harmonis, bisa mengesampingkan kepentingan pribadi dan golongan, sehingga muncul solidaritas tanpa pamrih, tanpa sekat dan menembus batas dinding sosial yang ada.
Bagaimanapun, Idul Fitri merupakan momen integritas dan solidaritas masyarakat Aceh yang kini sedang menanti masa masa krusial untuk menuju sebuah perubahan yang lebih baik di era lima tahun ke depan.
Lebih dari itu, setelah bentang Idul Fitri 1437 H terlewati nantinya, kita juga harus mampu bangkit memulai aktivitas dengan tetap disertai semangat relegimitas yang tinggi, sebagai manifestasi tumbuh suburnya nilai-nilai religi yang tertanam selama Bulan Ramadhan.
Lebih khusus lagi, Ramadhan juga menjadi momentum bagi Pemerintah Aceh untuk mewujudkan layanan kesehatan yang lebih baik, islami dan dicintai oleh masyarakatnya. Selamat Hari Raya Iedul Fitri 1437 H, Minal Aidin Walfaizin, Maaf Dosa Lahir dan Bathin.