Perburuan Sertifikat JCI Pun Dimulai

Rapat budgeting tim redaksi membahas rencana liputan dan konten Tabloid RSUDZA Lam Haba.

SETELAH sukses meraih Akreditasi dari KARS pada 2012, yaitu mendapat akreditasi rumah sakit berpredikat paripurna, Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin (RSUDZA) kini membidik sebuah status yang lebih bergengsi, yaitu meraih akreditasi rumah sakit berstandar internasional. Akreditasi ini nantinya akan diterbitkan oleh Joint Comission International (JCI), sebuah badan akreditasi nonprofit di Amerika yang mendapat mandat menilai standar pelayanan kesehatan tingkat dunia. “Hari ini, secara resmi kita semua memulai kick off pencanangan akreditasi internasionl RSUDZA untuk dapat meraih sertifikasi dari JCI sebagai rumah sakit berkelas internasional,” ujar Gubernur Aceh Zaini Abdullah saat mencanangkan akreditasi JCI 2018 bagi RS tersebut di halaman RSUDZA, Senin (15/8).

Dari sekitar 2.415 rumah sakit yang ada di Indonesia, baru sekitar 20 rumah sakit yang sudah mendapat sertifikasi internasional.

Banyak hal yang akan dilakukan, untuk meraih akreditasi rumah sakit berstandar Internasional itu. Walaupun sebagiannya kini telah dilakukan oleh manajemen RSIDZA Banda Aceh.

Namun yan lebih penting dari itu adalah, sebuah realitas pelayanan kesehatan yang benar benar berada di hati rakyat.

Harus diakui secara jujur, bahwa kondisi pelayanan RSUDZA saat ini jauh melompat ke depan, dibanding era jauh sebelumnya. Tak ada lagi bayang kekumuhan tentang fasilitas MCK yang mampet, air kran yang macet, serta kerumunan lalat hijau di sana sini.

Juga tak ada lagi puntung rokok yang berserakan ibarat di pasar tradisional, atau pembezuk yang wara wiri hingga dinihari, serta tawa cekikikan paramedis ibarat riuhnya pasar malam.

RSUDZA saat ini memang telah melompat jauh ke era yang lebih manusiawi, dengan ragam fasilitas yang juga tak kalah dengan mancanegara.

Siapa yang membantah jika RSUDZA yang milik Pemerintah Aceh itu, adalah satu satunya rumah sakit di Pulau Sumatera yang mampu dan sukses menangani transplantasi atau cangkok ginjal.

Kunci dari semua sukses sektor pelayanan itu adalah memanusiakan pasien atau semua pemakai jasa di lingkup RSUDZA. Hal itu adalah buah dari komitment jajaran manajemen RSUDZA untuk senantiasa meningkatkan mutu dan keselamatan pasien.

Dalam kaitan itu, sejak 16 Juni 2014 silam, manajemen RSUDZA telah membentuk Komite Mutu dan Keselamatan Pasien. Komite ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan (SK) Direktur RSUD dr Zainoel Abidin No 445/54/2014 tanggal 16 Juni 2014, dan secara struktur, komite ini berada langsung di bawah direktur, dengan tugas pokok yang telah ditentukan.

Terlepas dari cita cita untuk mendapatkan akreditasi internasional, masyarakat pengguna jasa RSUDZA tetap menginginkan pelayanan yang lebih baik. Namun kita juga mengingatkan pengguna jasa RSUDZA makin menyadari jika pakem rumah sakit telah berbeda. Tak ada lagi budaya membawa tikar dan kasur ke ruang rawat, atau bahkan tidur seperti pengungsi di koridor rumah sakit. Itu adalah pemandangan masa kelam pelayanan kesehatan, yang tak mesti kita lestarikan.

Masyarakat juga hendaknya mematuhi hal yang hanya remeh temeh, yaitu jam bezuk. Ingat pasien membutuhkan masa istirahat dan penyembuhan, jadi tak perlu bercengkrama hingga dinihari di ruang rawat inap. Mari kita mendukung tekad untuk menjadikan RSUDZA meraih akreditasi Internasional, hingga pernyataan Menkes RI, Prof Dr dr Nila Farid Moeloek SpM (K) bukan hanya sekedara basa basi, yaitu, tak perlu lagi berobat keluar negeri, RSUDZA memiliki segalanya.