Terapi Transcortical Magnetic Stimulation di RSUDZA
TRANSCORTICAL Magnetic Stimulation (TMS) adalah merupakan alat medis yang non invasife atau alat yang tidak menggunakan tindakan bedah pada waktu digunakan yang lazim digunakan pada kasus kasus neurologi (bagian saraf), alat medis ini merupakan suatu alat yang menggunakan stimulasi listrik yang dapat digunakan untuk gangguan neurologi di daerah otak,sumsum tulang belakang (medulla spinalis), saraf saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang yang disebut juga akar saraf (radiks) atau saraf saraf pada daerah saraf tepi.
TMS dapat digunakan sebagai suatu stimulus tunggal atau stimulus yang diberikan pada daerah otak atau medulla spinalis serta saraf tepi pada daerah yamg tepisah, alat TMS dapat dipergunakan sebagai alat untuk mendiagnosa gangguan pada otak, medulla spinalis maupun saraf perifer dan juga dapat digunakan untuk pengobatan ataupun terapi dan juga untuk melihat kemajuan pengobatan yang diberikan pada bidang neurologi.
Setiap alat medis yang baru kita harus mencari tahu sedalam dalamnya seberapa bagus suatu alat medis dalam mendiagnosa dan juga prognostiknya dan yang paling penting seberapa jauh alat medis tersebut dapat dipergunakan untuk terapi ataupun pengobatan dan peningkatan hasil klinis merupakan suatu hal yang mutlak kita pertimbangkan dan sampai sekarang TMS mencakup hal hal yang tersebut di atas. Alat ini pertama kali di pergunakan pada tahun 1985 oleh Anthony Barker untuk di bidang neurologi dan sekarang sudah berkembang luas pada sentra sentra neurologi yang terkemuka di indonesia. Alat ini menggunakan induksi elektromagnetik yang dapat menembus kulit, tulang serta otot sehingga dapat mencapai target sasaran yang dituju.
TMS adalah terapi lanjutan.
TMS adalah terapi tambahan, bukan pengganti obat pada tatalaksana gangguan saraf. Pasien dengan gangguan sistern saraf tetap diberikan pengobatan sesuai standar setelah itu dapat diberikan terapi TMS untuk menunjang atau mempercepat proses penyembuhan.
Persiapan Sebelum Terapi TMS.
Beberapa persiapan perlu dilakukan sebelum penggunaan TMS, seperti pemeriksaan klinis, pemeriksaan neurobehavior, penelusuran riwayat kejang, ada tidaknya metal atau logam pada otak atau tubuh,serta skrining fungsi sel saraf otak.
Pada pasien dengan riwayat kejang atau epilepsi, dapat dilakukan pemeriksaan EEG. Dari pemeriksaan EEG dapat diketahui apakah terdapat fokus epileptikus. Dengan ditemukannya fokus epileptikus pada pemeriksaan EEG dapat membantu untuk menentukan dosis TMS yang sesuai.Penggunaan TMS pada pasien epilepsi harus lebih hatihati karena stimulasi yang berlebihan dapat memicu terjadinya kejang. Namun dengan pemberian dosis TMS yang tepat yaitu frekuensi rendah dapat membantu mengurangi kejadian frekuensi kejang pada kasus-kasus yang tidak dapat diatasi dengan obat maupun operasi. Inilah pentingnya persiapan sebelum TMS, salah satunya menggunakan EEG, TMS ini tidak dapat dilakukan pada orang yang mempunyai benda logam di otaknya karena prinsip kerja TMS ini adalah menggunakan medan magnetNamun bila benda logam tersebut berada di Iuar kepala seperti pada pasien yang menggunakan kawat gigi, TMS masih bisa dilakukan.
Pemeriksaan fungsi saraf otak bertujuan untuk memastikan bahwa pasien yang akan dilakukan TMS adalah pasien yang mengalami gangguan sistem saraf serta dapat menjadi acuan dalam pemberian dosis TMS.Untuk mengetahui fungsi saraf otak dapat menggunakanEEG, EMG/EP/ MEP, CT scanatau MRI.
Sebelum dilakukan TMS, pasien akan diperiksa fungsi sel sarafnya rnenggunakan Evoked Potential yang merupakan salah satu alat dalam rangkaian TMS. Melalui alat ini dapat mendeteksi gelombang otak melalui permukaan otak (cortex cerebri ) yang di dalamnya terdapat banyak sel-sel saraf atau neuron. Melalui pemeriksaan Evoked Potential , dapat diketahui koneksitas antar sel saraf, efek menimbulkan gelombang gelombang, sensitifitas sel saraf dimana semakin sensitif sel saraf, semakin baik, dan waktu konduksi sentral sel saraf. Waktu konduksi ini menggambarkan kemampuan sel saraf untuk menghantarkan sinyal atau pesan,jika semakin panjang waktunya berarti terdapat gangguan. Selain itu juga dapat diketahui tingginya gelombang (amplitudo) yang dihasilkan sel saraf. Semakin rendah amplitudo biasanya terdapat gangguan.
Cakupan pelayanan yang menggunakan TMS antara lain pada kasus stroke, Parkinson, pasca trauma otak dan saraf, neuropati, distonia, depresi, nyeri kronik termasuk Low Back Pain, gangguan keseimbangan, tinitus (telinga berdenging), gangguan bahasa (sulit bicara), gangguan kognitif, penyakit degeneratif seperti Multiple Sclerosis, dan post Barre Syndrome (GBS).
Sebagian besar pasien yang telah diterapi menggunakan TMS di RSUD dr. Zainoel Abidin adalah pasien stroke dan beberapa penyakit saraf lainnya.