Memutus Candu Nikotin di Klinik Berhenti Merokok
JUMLAH perokok di Aceh terus meningkat dari tahun ke tahun. Hasil riset yang dihimpun dari berbagai sumber mengungkapkan, tingkat konsumsi rokok di Aceh berada di atas rata-rata nasional. Delapan dari 10 laki-laki Tanah Rencong merupakan perokok aktif. Setiap perokok di Aceh sedikitnya menghabiskan 19 batang rokok perhari.
Tingginya ‘kepungan’ asap rokok yang melanda Bumi Serambi Mekkah ini, menjadi problem yang sulit diberantas, seandainya masyarakat tidak diberi pemahaman yang mendalam.
Bahwa dampak merokok tidak hanya mengurangi pendapatan, tapi lebih jauh dari itu, juga menyebabkan kematian.
Menyikapi realitas ini, Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin (RSUDZA) bersama Dinas Kesehatan Aceh, terus menggencarkan sosialisasi dan kampanye gerakan berhenti merokok. Bahkan, tak tanggung-tanggung, untuk mengurangi prevalensi dan menekan angka perokok di Aceh, kini Rumah Sakit dr Zainoel Abidin menghadirkan layanan terpadu dengan nama, Klinik Berhenti Merokok.
Poliklinik yang berada di lantai dua RSUDZA ini, selain memberikan edukasi juga menghadirkan solusi penyembuhan bagi si pecandu nikotin, untuk berhenti merokok. Konsep terapi yang dikembangkan adalah integrasi konseling dan tatalaksana withdrawal effect.
Penanggungjawab Klinik Berhenti Merokok RSUDZA, dr Nurrahmah Yusuf M.Ked (Paru) Sp.P mengharapkan, kehadiran Poli klinik ini bisa memfasilitasi pasien yang benar-benar butuh terapi untuk berhenti merokok. “Klinik ini ditujukan untuk memfasilitasi perokok yang berniat ingin berhenti, tapi tidak tahu bagaimana caranya untuk bisa berhenti merokok.
Untuk bisa berhenti merokok, memang harus ada niat dan tekad. Tanpa niat dan tekat yang kuat, sulit untuk bisa berhenti merokok,” sebutnya.
Klinik ini ditujukan untuk memfasilitasi perokok yang berniat ingin berhenti, tapi tidak tahu bagaimana caranya untuk bisa berhenti merokok. Untuk bisa berhenti merokok, memang harus ada niat dan tekad. Tanpa niat dan tekat yang kuat, sulit untuk bisa berhenti merokok.
dr Nurrahmah Yusuf M.Ked (Paru) Sp.P Penanggungjawab Klinik Berhenti Merokok RSUDZA
Tim terapi inti yang akan ditempatkan di Poliklinik berhenti merokok terdiri atas dokter umum, psikolog, dokter spesialis paru dan dokter spesialis kejiwaan. Proses terapi dan penanganannya berbasis kolektif dan bersifat edukasi, mulai konseling hingga hipnoterapi. “Pelayanan yang diberikan bermacammacam, antara lain konseling dengan dokter spesialis paru, konseling dengan psikiater dan psikolog (psikoterapi), hipnoterapi, pemeriksaan fungsi paru dan pemeriksaan kadar CO udara espirasi,” tutur Nurrahmah.
Pemeriksaan kadar karbon monoksida (CO) dari nafas, biasanya dapat digunakan sebagai biomarker status merokok. Metode ini mudah dilakukan dan praktis. Kadar CO dalam paru merupakan indikator yang tepat untuk kesehatan paru.
Alasannya, paru-paru seharusnya tidak mengeluarkan CO secara alami, sehingga kadar CO yang terdeteksi kemungkinan besar merupakan hasil paparan dari udara yang dihirup.
Semakin tinggi kadar CO yang terdapat dari napas, maka semakin buruk kesehatan paru-paru. Kadar karbon monoksida yang masih normal di paru yaitu kurang dari 4 ppm. Jika kadarnya antara 4-10 ppm artinya terlalu sering terpapar polusi udara. Dan jika angkanya di atas 10 ppm maka kesehatan paru disinyalir sudah tidak baik.
Angka ini biasanya terjadi pada perokok aktif atau pasif. “Salah satu hal yang penting dilakukan untuk menjaga kesehatan paru yaitu dengan menjalani gaya hidup sehat, seperti tidak merokok, konsumsi makanan bergizi, istirahat yang cukup dan olahraga teratur.” Dokter lulusan FK Unsyiah ini juga mengungkapkan, selain terapi kecanduan nikotin, Poliklinik Berhenti Merokok RSUDZA juga melayani terapi insomnia dan migrain, yang disebabkan oleh pengaruh berhenti merokok. Untuk terapinya akan dikonsultasikan ke dokter spesialis terkait.
Klinik Berhenti Merokok, sambung Nurrahmah, merupakan program baru yang akan dilaunching dalam waktu dekat. Terapi untuk pasien, jelasnya, dilaksanakan secara kontinyue dalam beberapa kali pertemuan, dalam limit waktu 3 (tiga) bulan. “Saat ini kita sedang menyusun dan mencari format biaya yang proporsional, karena ini adalah program baru dan tidak termasuk dalam tanggungan BPJS,” kata Nurrahmah.
Ia berharap, jumlah perokok di Aceh akan makin berkurang. Di sisi lian, Pemerintah diminta lebih serius untuk mengupayakan cara-cara agar perokok mau berhenti.
Nurrahmah mensinyalir, gambar penyakit dampak dari merokok yang tertera di bungkus rokok itu tidak efektif, sebab tidak menyurutkan orang untuk tetap membeli rokok. Untuk itu harus ada upayaupaya lain yang lebih efektif dan terukur. Jika tidak, maka dikuatirkan semakin banyak masalah yang ditimbulkan akibat penggunaan rokok yang semakin meluas.
Masalahnya, mempertahankan untuk tidak kembali merokok merupakan fase yang tidak mudah bagi para pecandu. Untuk mencapai itu, selain adanya motivasi dari yang bersangkutan juga diperlukan peran keluarga dan tim medis.
Dokter Nurrahmah Yusuf juga tidak ketinggalan berbagi kiat untuk mencegah kecanduan merokok, seraya mengajak masyarakat Aceh agar dapat berhenti merokok dan menjalankan hidup sehat, demi kesehatan diri sendiri dan lingkungan sekitarnya. “Secara umum, tips untuk mencegah kecanduan adalah dengan 4 M yaitu Minum air secara perlahan, Menarik napas dalam, Melakukan sesuatu yang menyehatkan jiwa raga, misalnya olahraga, berkebun, menulis, melukis dan lain-lain. Sedangkan M yang ke-empat adalah Menunda keinginan untuk merokok,” pungkas dokter spesialis penyakit paru, ini.(rd)