Alat Medis Makin Canggih, Pelayanan Kian Optimal
RUMAH Sakit Umum Daerah dr. Zai noel Abidin (RSUDZA) Ban da Aceh yang men jadi rumah sakit rujukan utama masyarakat Aceh, memiliki sarana dan prasarana memadai sebagai pendukung sumber daya manusia yang berkualitas.
Sarana prasarana dimaksud, mulai dari gedung yang megah dan peralatan medis modern dan canggih, seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI), Computerized Tomography (CT) Scan dan CArm Radiografi.
Wakil Direktur (Wadir) Pelayanan Medis RSUDZA Banda Aceh, Dr. dr. Azharuddin Sp.OT (K) Spine FICS, mengatakan, manajemen rumah sakit selalu berkomitmen memberikan pelayanan prima kepada seluruh komponen rakyat Aceh. Salah satunya, dengan menghadirkan alat penunjang medis canggih.
Dengan begitu, pelayanan dan tindakan kepada pasien men jadi lebih cepat dan akurat. Pelayanan kesehatan kepada masyarakatpun semakin optimal. Seperti keberadaan teknologi CArm di Oka Hybrid yang merupakan salah satu teknologi penunjang terbaru di RSUDZA.
“CArm ini semacam guiding, penuntun bagi dokter ahli dalam melakukan suatu tindakan terhadap pasien,” kata dr Azharuddin kepada tim redaksi Tabloid RSUDZA Lamhaba di ruang kerjanya.
Jadi, alat itu bukan untuk mengobati, melainkan sebagai pe mandu dokter ahli untuk mengambil tindakan lebih lanjut ataupun penanganan operasi.
Keunggulan teknologi C-Arm, kata dr Azharuddin, dapat menembus segala struktur tubuh pasien. Alat radiologi itu, memiliki ketajaman gambar tinggi. Sehingga memudahkan dokter untuk mengambil suatu tindakan dengan keakuratan tinggi.
Keakuratan dimiliki, jauh berbeda dengan hasil rontgen,hasil pemeriksaan MRI atau CT Scan. Dengan CArm, gambar dihasilkan mirip – mirip seperti kita melihat ronsen. Namun lebih jelas, kalau kurang pas bisa digeser untuk melihat objek secara detil. Bahkan bisa menembus anatomi tubuh, melihat lokasi secara utuh, termasuk tulang dan sendi.
Menurut dr Azharuddin, tidak semua rumah sakit punya peralatan canggih seperti CArm di Oka Hybrid. Di Aceh, baru RSUDZA yang memilikinya. Namun, untuk model CArm versi mobile, dapat dibawa kemana – mana, dari satu ruangan ke ruangan lain, Rumah Sakit Kesdam juga punya.
Tapi yang paling canggih, adalah CArm milik RSUDZA di Oka Hybrid. “Alat ini seperti robot, jadi dia tinggal ditekan remote saja jalan kiri kanan dan berputar hingga 360 derajat,” terangnya.
Sementara operator yang mengoperasikan alat tersebut disebut radiografer. Saat alat berfungsi, radiografer beserta seluruh tim bertugas di ruangan harus steril, mereka harus pakai rompi anti radiasi, mulai dari leher hingga badan ke bawah, semua harus diproteksi.
Semua yang bekerja di ka mar operasi menggunakan CArm, wajib memakai rompi anti radiasi, serta memakai alat monitor.
Dosis radiasi tidak boleh melebihi pada angka tertentu.
Kalau sudah mendekati, misalnya, dari hijau mendekati kuning, itu sudah harus distop, istirahat dulu. Sampai begitu dijaga, sehingga mereka aman dalam melaksanakan tugas membantu pasien.
Sudah Lama Dimanfaatkan Wadir Pelayanan Medis RSUDZA, Dr dr Azharuddin SpOT (K) Spine FICS, mengatakan CArm sebenarnya sudah tidak asing lagi dalam membantu penanganan pasien di RSUDZA, seperti pasien keluhan jantung dan ortopedi (tulang).
“Jadi, CArm tidak semata digunakan pada intervensi minimal dalam penyembuhan pasien nyeri (pasien saraf), dokter ortopedi, khususnya bidang saya, ortopedi tulang belakang, itu kalau operasi pasien, supaya tidak salah lokasi, sebelum kita memulai operasi memasang suatu alat, itu dipastikan dulu dengan CArm,” ungkapnya.
Sebenarnya, alat yang ada di Oka Hybrid sudah ada sejak 2012,namun baru sekarang dapat digunakan untuk membantu penanganan pasien nyeri.
Bagian Neurologi yang terakhir memulainya.
Kalau ortopedi dan jantung sudah lebih duluan menggunakan. Namun baru muncul sekarang setelah digunakan oleh dokter saraf. “Kalau CArm konvensional, ortopedi sudah gunakan dari tahun 1996,” sebut doktor lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini.
Coba bayangkan, tulang belakang leher saja ada tujuh ruas, torakal di daerah dada ada 12 ruas tulang, punggung bawah lumbal ada lima, di bawahnya ada sakrum tulang ekor, koksigis.
Dalam begitu rumit nya struktur tulang, maka tentu penanganan harus ekstra hati – hati, tidak boleh meleset, maka CArm itulah yang dipakai sebelum dokter ambil tindakan yang definitif.
Dalam penempatan alat di dalam tubuh, seperti pemasangan pen dan sekrup, dokter terlebih dahulu memanfaatkan alat tersebut sebagai pemandu untuk melihat dan menentukan lokasi pemasangan.
Saat ini digunakan oleh safar, namanya interventional pain. Artinya, pasien dengan keluhan nyeri ditangani terlebih dahulu dengan pain intervens.
“Kalau berhasil Alhamdulillah, tapi misalnya sakitnya berulang dan memerlukan operasi, baru dilanjutkan dengan operasi dan pasien akan dikirim ke dokter bedah,” ucapnya.
Namun kenyataan sekarang, tidak semua orang mau menjalani operasi, jadi yang tidak mau operasi dicoba dengan motode intervensi dengan pain intervensi yang dipandu dengan C-Arm.
Jadi alat itu bukan untuk mengobati, hanya membantu dokter untuk memudahkan le bih memastikan lokasi yang dituju secara tepat dan akurat.
Lebih lanjut dr Azharuddin menambahkan, ketersediaan sumber daya manusia (SDM) di bagian Neurologi, sudah sangat memadai. Bahkan kini sudah ada sub divisi.
“Ketersediaan dokter spesialis sangat mencukupi, ada ahli stroke, pain intervensi, epilepsi, demensia, dan neurobehaviour.
Masing masing ada subnya sendiri, sudah sangat lengkap,” ucap dokter spesialis ortopedi ini.
Kalau Neurologi, mereka juga intensif berikan penyuluhan kepada masyarakat. Kegiatan tersebut rutin dilakukan dengan topik yang ber beda – beda.
Selama ini, pasien dan keluarga pasien yang berada di rumah sakit sering diberikan pemahaman, mulai dari pengenalan stroke, upaya pencegahan, apa saja faktor risiko, kalau sudah terkena bagaimana cara penanganan yang tepat.
Saat ini, terus diberikan edukasi agar lebih mengenali gejala stroke. Jika ada keluarga mengalami gejala stroke, maka harus dibawa ke rumah sakit dengan cepat dan harus ditangani oleh dokter yang tepat.
Ke depan, manajemen RSUDZA juga berencana membuka poli neurobehaviour, yang kehadirannya diharapkan dapat membantu masyarakat Aceh.
Selain itu juga dapat mendeteksi seseorang yang secara penampakan fisik, tidak ada keluhan apapun, namun akan terang benderang setelah dilakukan pemeriksaan neurobihaviour.
Katankanlah untuk menduduki jabatan dan posisi tertentu di pemerintahan, kapabilitas dan kemampuan fisik bisa terdeteksi dengan neurobihaviour.
“Saat ini SDMnya sedang dipersiapkan, dalam waktu dekat juga ada dokter yang akan menyelesaikan pendidikannya,” demikian pungkasnya.(sl)