Berasapnya Kawasan Tanpa Rokok
MEROKOK merupakan kebiasaan dari orang dewasa terutama laki-laki yang kadang dilambangkan sebagai kejantanan, keperkasaan, kekayaan, persahabatan, dan lain-lain. Sebagian malah menjadikannya sebagai kebutuhan primer dalam kehidupan, maka sering kita mendengar kelakar “ lebih baik tidak makan daripada tidak merokok”.
Fakta menunjukkan, menurut World Health Organization (WHO) tahun 2012 memprediksi bahwa pada tahun 2020 penyakit yang berhubungan dengan tembakau akan menjadi masalah kesehatan utama, dan menyebabkan sekitar 8,4 juta kematian setiap tahun. Selain itu prevalensi pria merokok pada negara dengan pendapatan menengah ke bawah masih sangat tinggi yaitu 39%, dibandingkan pada pria dari negara dengan pendapatan menengah ke atas yaitu 35%.
Fakta lain menurut CDC (2012) bahwa rata-rata para perokok meninggal 13 sampai 14 tahun lebih awal daripada bukan perokok. Di Amerika Serikat terdapat 19,3% dari seluruh orang dewasa (45,3 juta orang) adalah perokok aktif, dan setiap hari lebih dari 3.800 orang muda dari 18 tahun merokok rokok pertama mereka.
Berdasarkan Laporan Riset Kesehatan Daerah Tahun 2013 diketahui bahwa di Indonesia, rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap tiap hari oleh lebih dari separuh (52,3%) perokok adalah 1-10 batang dan sekitar 20 persen sebanyak 11-20 batang per hari.
Penduduk yang merokok 1-10 batang per hari paling tinggi dijumpai di Maluku (69,4%), disusul oleh Nusa Tenggara Timur (68,7%), Bali (67,8%), Di Yogyakarta (66,3%), dan Jawa Tengah (62,7%). Sedangkan persentase penduduk merokok dengan rata-rata 21-30 batang per hari tertinggi di Provinsi Aceh (9,9%) di ikuti Kepulauan Bangka Belitung (8,5%) dan Kalimantan Barat (7,4%).
Persentase penduduk merokok dengan rata-rata lebih dari 30 batang per hari tertinggi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (16,2%), Kalimantan Selatan (7,9%) serta Aceh dan Kalimantan Tengah (5,4%).
Rata-rata umur mulai merokok secara nasional adalah 17,6 tahun dengan persentase penduduk yang mulai merokok tiap hari terbanyak pada umur 15-19 tahun, dan daerah yang tertinggi dijumpai di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (52,1%), disusul oleh Riau (51,3%), Sumatera Selatan (50,4%), Nusa Tenggara Barat (49,9%) dan Lampung (49,5%). Perokok yang terbanyak mulai merokok 15-19 tahun cenderung menurun dengan meningkatnya umur, demikian juga pada anak umur 5-9 tahun, serta persentase perokok lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan, berstatus kawin dan tinggal di perkotaan. Menurut pendidikan, perokok yang mulai merokok pada 15-19 tahun cenderung banyak pada pendidikan tinggi sedangkan yang mulai merokok pada umur 5-9 tahun pada pendidikan rendah. Menurut pekerjaan, perokok yang mulai merokok pada umur 15-19 tahun maupun 5-9 tahun, paling banyak pada anak sekolah dan cenderung meningkat dengan meningkatnya status ekonomi.
Data Instalasi Kateterisasi Jantung (Cath Lab) Rumah Sakit dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, selama tahun 2016, dari 418 pasien yang menjalani pemeriksaan Angiografy Coroner, 254 orang harus menjalani intervensi pemasangan ring (stent) untuk membebaskan sumbatan pada pembuluh darah jantung, dan 161 orang dengan anjuran harus menjalani tindakan operasi bypass/ CABG (Coronary Artery Bypass Graft).
Secara aktual berbagai penyakit dapat disebabkan karena satu batang rokok saja.
Dampak dari paparan asap rokok dapat merugikan kesehatan, hal ini disebabkan pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, CO (karbonmonoksida) dan tar, dapat menimbulkan berbagai penyakit. Bahan kimia ini akan memacu kerja susunan syaraf pusat dan susunan syaraf simpatis yang dapat mengakibatkan tekanan darah meningkat, dan detak jantung bertambah cepat. Zat-zat yang terdapat dalam rokok dapat menstimuli penyakit kanker dan juga berbagai penyakit lain seperti penyempitan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, jantung, paru-paru dan bronkhitis kronis. Bagi ibu hamil, rokok dapat menyebabkan kelahiran prematur, berat badan bayi rendah, mortalitas prenatal, kemungkinan lahir dalam keadaan cacat, dan mengalami gangguan dalam perkembangan. Asap satu batang rokok mengandung 4.000 bahan kimia yang sangat berbahaya, terdiri 40 bahan yang telah terbukti menyebabkan kanker dan 3 komponen utama yaitu nikotin yang menyebabkan ketergantungan atau adiksi, tar yang bersifat karsinogenik penyebab kanker dan karbon monoksida yang dapat mengikat sel darah merah 200 kali lebih kuat sehingga kadar oksigen di dalam darah menjadi berkurang.
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah salah satu komplikasi merokok yang memang tidak terjadi secara langsung, ini dibuktikan pada sebagian besar pasien yang menderita PJK, yang menjalani pemeriksaan kateterisasi jantung mempunyai riwayat sebagai perokok aktif selama beberapa tahun sebelum mengalami penyakit ini, butuh waktu bertahun-tahun, tetapi perlahan dan pasti penyakit tersebut akan di derita, disamping kelainankelainan lainnya.
Merokok merupakan hak seseorang, namun jika hal ini mengganggu orang lain, ini yang menjadi masalah, mendapatkan udara dan lingkungan terbebas dari asap rokok juga hak orang yang tidak merokok, sikap toleran terhadap sesama yang mungkin harus ditumbuhkan dan ditingkatkan, sehingga perokok dapat menghargai orang yang tidak merokok.
Berdasarkan fatwa Majelis Permusyarawatan Ulama Aceh Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Merokok Menurut Pandangan Islam, menetapkan beberapa hal diantaranya; bahwa merokok dengan prilaku perokok yang tidak menghargai orang lain hukumnya haram, dan wali, pengasuh dan pendidik yang membiarkan anak-anak merokok hukumnya berdosa.
Berbagai upaya pemerintah Indonesia telah dicanangkan dalam rangka menurunkan angka merokok, baik dari aspek pengawasan terhadap industri rokok, maupun kebijakan kawasan bebas asap rokok.
Pendekatan melalui sosialisasi juga telah dilakukan mengenai bahaya merokok, baik melalui pendidikan kesehatan, seminar, iklan , namun semua ini belum memberikan efek yang signifikan. Fenomena ini menjadi dualisme persepsi bagi masyarakat Indonesia, bahwa disatu sisi kebiasaan merokok adalah hak asasi manusia, namun disisi lain merugikan diri sendiri dan lingkungan sekitar.
Akan tetapi, secara akumulatif dan dilihat dari aspek besarnya dampak asap rokok, maka sangat perlu dibuat regulasi yang berkaitan dengan kawasan bebas asap rokok.
Kawasan Tanpa Rokok merupakan suatu kebutuhan regulasi, seperti Pemerintah Kota Banda Aceh yang sudah lama mengesahkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) melalui Perwal Kota Banda Aceh No.
47 tahun 2011, namun dalam pelaksanaannya masih belum efektif dan belum terorganisir dengan baik yang dilihat dari inkonsistensinya dalam pengawasan dan ketidaktegasan dalam aplikasi regulasi tersebut.
Dalam kenyataan dapat kita saksikan KTR sebagai kawasan merokok, angkutan-angkutan umum contohnya, jangankan penumpang, kondektur dan supir pun merokok. Rumah Sakit salah satu sarana pelayanan kesehatan yang menjadi Kawasan Tanpa Rokok hingga batas pagar terluar, tetapi didalam keseharian dapat kita lihat masih ada sebagian orang yang tega melanggar aturan ini, mereka merokok dengan memanfaatkan tempat-tempat tertentu yang masih dalam lingkungan pagar Rumah Sakit. Mengapa hal ini dapat terjadi, apakah kurangnya sosialisasi dari instansi terkait, saya rasa tidak, pengumuman tidak boleh merokok, tertera di setiap sudut intansi bersangkutan, atau petugas penindak yang bekerja kurang maksimal, atau sanksi terhadap pelanggar yang belum diberlakukan tegas, mungkin juga memang prilaku perokok yang belum sadar akan peraturan dan hak orang lain terhadap udara bersih, semua itu diperlukan kajian yang mendalam.
Pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok seperti tertuang dalam Peraturan Walikota Banda Aceh nomor 47 tahun 2011 dan saat ini telah di perkuat dengan keluarnya Qanun Kota Banda Aceh nomor 5 tahun 2016 adalah sebagai suatu kebijakan yang lahir agar menjadi problem solving dari permasalahan merokok, demi ketertiban dan saling menghargai antara perokok dan non-perokok, kawasan tanpa rokok yang disingkat KTR adalah salah satu solusinya.
Berdasarkan penjelasan dalam Qanun tersebut, bahwa Kawasaan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/ atau mempromosikan produk tembakau.
KTR meliputi Perkantoran pemerintah, perkantoran swasta, sarana pelayanan kesehatan, sarana pendidikan formal dan informal, arena permainan anak, tempat ibadah, tempat kerja yang tertutup, sarana olahraga yang sifatnya tertutup, tempat pengisian bahan bakar (SPBU), halte, angkutan umum, dan tempat umum yang tertutup lainnya. Penyediaan ruang khusus merokok yang terbatas hanya untuk perkantoran pemerintah, perkantoran swasta, tempat kerja yang tertutup, sarana olahraga, SPBU, dan tempat umum yang tertutup lainnya, artinya, selain tempat-tempat tersebut, tidak ada anjuran untuk menyediakan tempat khusus bagi perokok.
Kebijakan KTR bukanlah untuk menghukumi para perokok, tetapi sebagai bentuk penghargaan terhadap hak orang lain yang tidak merokok, makanya beberapa tujuan dari kebijakan ini adalah; melindungi kesehatan masyarakat dari bahaya akibat merokok, menciptakan lingkungan hidup yang baik dan sehat, membudayakan hidup sehat, menekan angka pertumbuhan perokok pemula, dan membatasi ruang bagi perokok, pemasaran dan pengiklanan.
Pembentukan Satgas Antirokok mungkin diperlukan untuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok, sekaligus sebagai penindak atas pelanggaran kebijakan ini, semoga dengan berlakunya Qanun tentang KTR ini, mendapat apresiasi yang besar dari masyarakat dalam menyukseskan Kawasan Tanpa Rokok, serta tulisan ini menjadi salah satu media sosialisasi tentang berlakunya Qanun Kota Banda Aceh nomor 5 tahun 2016 tentang KTR pada tahun 2017.*
Oleh : Maskur (Mahasiswa Magister Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh)