Osteoporosis

OSTEOPOROSIS merupakan kasus yang paling banyak ditemui pada manusia lanjut usia (lansia). Bisa dipahami, karena dengan bertambahnya usia maka kepadatan tulang pun ikut berkurang, termasuk dimulainya kerusakan mikroartesitektur tulang, yang menjadi penyebab nyeri, tulang rapuh dan mudah patah.

Osteoporosis di bagi 2 yaitu Primer dan sekunder.

Osteoporosis primer terjadi dikarenakan usia yang menyebabkan perubahan pada hormon hingga mempengaruhi sel tulang , sementara osteoporosis sekunder terjadi sebagai komplikasi yang diakibatkan oleh penyakit lain, seperti pada penderita yang mendapatkan terapi steroid jangka panjang, ini dapat menyebabkan penurunan massa tulang.

Dalam kesempatan ini kita hanya focus mendiskusikan osteoporosis primer. Kasus ini umum terjadi pada lansia oleh karena adanya gangguan metabolisme sel tulang. Kerja sel penghancur tulang (osteoclast) melebihi kerja sel pembentuk tulang (osteoblast). Akibatnya, lama-kelamaan massa tulang berkurang dan arsitektur tulang yang semula tebal dan padat berubah menjadi tipis dan jarang ini yang kita sebut sebagai keropos.

Osteoporosis primer ini terjadi secara alami (fisiologis) akibat penuaan, disertai menurunnya hormon serta kurangnya asupan kalsium dan vitamin D. Wanita umumnya mengalami osteoporosis lebih cepat dibandingkan pria ini dikarenakan saat mengalami manopouse kadar hormon estrogen didalam tubuh wanita akan menurun secara drastis padahal hormon ini berperan dalam merangsang aktivitas sel pembentuk tulang bekerja. Selanjutnya osteoporosis juga akan semakin berat pada orang penderita yang memiliki penyakit penyerta, seperti diabetes mellitus (DM) atau penyakit degeneratif lainnya.

Resiko osteoporosis Pertanyaan yang sering muncul adalah apa akibat dari kondisi osteoporosis ini ? Penderita osteoporosis umumnya akan mengalami beberapa keadaan yang kurang menyenangkan seperti nyeri. Rasa nyeri ini dirasakan hampir setiap hari terutama bila penderita bergerak atau bangun dari duduk dan tidur.

Lokasi nyeri yang paling sering dirasakan adalah pinggang dan tulang belakang. Sering kali penderita datang dengan wajah yang terlihat kesakitan.

Nyeri ini merupakan akibat dari berkurangnya masa tulang yang secara mikroskopik terlihat sebagai gambaran menipisnya trabekulasi tulang sehingga gampang menyebabkan micro fraktur atau fraktur pada trabekulasi tulang tersebut, hal ini terasa sebagai nyeri.

Keluhan berikutnya adalah perubahan tinggi, penderita mengeluhkan bahwa dia tidak dapat lagi mengambil benda yang ditaruh di atas, padahal sebelumnya terjangkau, keluhan ini diikuti dengan postur yang bungkuk (kyphosis).

Resiko yang mengancam penderita osteoporosis Seorang penderita osteoporosis akan sangat rawan mengalami cedera serius dari suatu trauma yang ringan sekalipun. Patah tulang adalah resiko tersering. Dalam ilmu orthopaedi patah tulang yang dikarenakan kondisi osteoporosis ini dapat dikatagorikan sebagai patah tulang patologis.

Trauma yang terjadi biasanya hanya ringan dan terjadi di dalam rumah seperti terjatuh dikamar mandi atau terpeleset dikamar tidur.

Beberapa tempat yang paling rawan mengalami patah tulang pada pasien osteoporosis adalah tulang belakang (vertebrae, pergelangan tangan (radius distal) dan patah pangkal paha (neck femur). Kondisi patah tulang yang diakibatkan suatu osteoporosis ini bisa berakibat serius seperti pada patah pangkal paha (neck femur) secara medis patah tulang tersebut tidak akan menyambung, dan sebagai akibatnya pasien akan berbaring lama.

Kondisi berbaring lama ini akan menyebabkan timbulnya komplikasi pada penderita baik berupa pneumonia(radang paru) infeksi saluran kencing, perut distensi, sukar buang air besar, dan kaku sendi serta decubitus atau luka pada daerah yang tidak bergerak.

Komplikasi yang terjadi sering mengakibatkan perburukan pada penderita.

Pemeriksaan apa yang dilakukan untuk mengetahui adanya osteoporosis? Deteksi osteoporosis dapat dilakukan berdasarkan temuan klinis, laboratorium dan juga pemeriksaan imaging. Temuan klinis didapati adanya nyeri umumnya terasa di punggung yang dapat di ikuti dengan perubahan postur tubuh. Pemeriksaan laboratorium dengan memeriksa CTx (C-Telopeptide), serta osteocalcin. Pemeriksaan osteoporosis yang paling di percaya adalah bone mineral density mengunakan DXA. Hasil pemeriksaan ini akan menentukan apakah seseorang pengalami osteoporosis atau osteopenia yang sesuai usia atau tidak. Hasil ini yang menjadi dasar seorang dokter untuk memberikan terapi.

Terapi pada osteoporosis meliputi terapi diet dan pengobatan. Pada terapi obat, umumnya bekerja menghambat aktivitas dari sel pemakan tulang (osteoclast) dan merangsang aktivitas sel pembentuk tulang (osteoblast), pemberian obat dapat berupa infus, injeksi ataupun tablet. Sementara diet meskipun sebenarnya berperan kecil dalam pengobatan, tetapi para ahli masih menganjurkannya. Susu menjadi salah satu hal penting yang harusnya tetap di konsumsi.

Oleh : dr. Safrizal Rahman.M.Kes.Sp.OT