Kompetensi Pegawai Gizi Terus Ditingkatkan

WAKIL Direktur RSUDZA Bi dang Pengembangan SDM dr Isra Firmansyah Sp.A mengatakan, sebagai orang yang bertanggung jawab di bidang SDM, pihak nya juga berperan meningkatkan kompetensi para staf di jajaran instalasi gizi, sehingga sesuai dengan kebutuhan.

Dijelaskan, saat ini instalasi gizi RSUDZA memiliki 38 personel dengan berbagai jenjang pendidikan, mulai dari SMKK hingga strata dua. Instalasi gizi merupakan satu bagian di RSUDZA, di mana para personel di dalamnya punya kemampuan khusus untuk memberikan pelayanan gizi kepada pasien, sehingga mempercepat proses penyembuhan.

Tingginya jenjang pendidikan tidak berarti mereka tak butuh pelatihan. Ilmu apa pun, kata Isra Firmansyah, bersifat dinamis, terlebih lagi di dunia kese hatan. Selalu berkembang setiap saat. Oleh karena itulah, setiap tahun pihaknya melatih pegawai untuk memperdalam berbagai disiplin ilmu sesuai dengan kebutuhan. “Tuga saya di sini adalah meningkatkan kompetensi masing­masing staf, termasuk di bagian instalasi gizi.

Untuk menunjang kinerja para staf ini, pihak bidang Pengembangan SDM, menggelar sejumlah pelatihan, baik di dalam provinsi maupun di luar provinsi.

Ada pegawai yang kita dikirim ke pusat mengikuti pelatihan.

Ada pula yang dilatih di sini,” tu tur Isra Firmansyah dalam wa wan cara khusus dengan kru RSUDZA Lam Haba di Pusdiklat RSUDZA, Kamis siang pekan lalu, di sela­sela silaturahmi pegawai Bidang SDM RSUDZA.

Dikatakan Isra, pelatihan itu sangat penting, bukan saja untuk meningkatkan kompetensi, melainkan juga mendapatkan updating disiplin ilmu yang didalami, termasuk di bidang gi zi. Lebih dari itu, masalah gizi tersebut bersifat kompleksitas.

Setiap pasien punya menu gizi yang berbeda­beda. Pasien hemodialisis berbeda kebutuhan gizinya dengan pasien diabetes mellitus. Kebutuhan gizi pasien anak­anak dan dewasa pun berbeda­beda.

Itu sebabnya, kata Isra, persoalan gizi pasien ini tidak bisa dianggap enteng. Pelayanan gizi merupakan salah satu kegiatan penunjang medik dalam pelayanan kesehatan paripurna rumah sakit yang terintegrasi dengan kegiatan lainnya. Persoalan ini menjadi bagian dari tema besar yakni `patient safety’ yang telah menjadi spirit dalam pelayanan rumah sakit di seluruh dunia.

Tujuan pasien dirawat, kata Isra, agar segera sembuh dari sakit. Itu sebabnya tidak bisa ditoleransi jika dalam perawatan di rumah sakit pasien menjadi lebih menderita akibat terjadinya risiko, yang sebenarnya bisa dicegah. Dengan kata lain, pasien harus dijaga keselamatannya dari akibat yang timbul karena error.

Untuk meraih akreditasi internasional pun seperti JCI (Joint Commission Internasional), persoalan gizi ini menja di bagian yang tidak boleh di abaikan.

“Untuk JCI yang di uta makan pa tient safety atau keselamatan pasien. Nah, patient safety ini include semua di dalamnya, termasuk gizi,” tandasnya.

Menurut Isra Firmansyah, pelatihan yang dilakukan RSUDZA selama ini umumnya in house training. Ini adalah sebuah bentuk program pelatihan, dimana materi pelatihan, waktu, serta tempat pelatihan ditentukan sesuai dengan yang diminta dan dibutuhkan oleh peserta atau rumah sakit. Pelatihan semacam ini dinilai lebih efisen dan efektif, baik dari segi dana yang dibutuhkan maupun substansi materi yang ingin didalami. “Dengan in house training, pegawai paham cara memilih makanan yang bergizi sesuai dengan penyakit yang diderita pasien. Kemudian juga tahu bagaimana cara mengolahnya secara higienis, dan cara menyajikannya kepada pasien. Semua itu include dalam satu kegiatan, mulai dari pemesanan bahan, mengolah, dan menyajikan.

Se mua ada aturan dan standar kesehatan yang harus diikuti,” katanya.

Bagian pelayanan konprehensif Dikatakan Isra, sebagai fasilitas kesehatan yang menjadi rujukan utama bagi masyarakat Aceh yang ingin memperoleh pelayanan kesehatan, maka RSUDZA dituntut mampu memberikan pelayanan yang komprehensif bagi setiap pasiennya. Pelayanan kesehatan yang komprehensif adalah berbagai bentuk pelayanan yang diberikan kepada pasien oleh suatu tim multidisiplin, termasuk di antaranya asupan gizi yang sesuai dengan kebutuhan pasien.

Persoalan asupan gizi memang harus ditangani secara profesional, karena setiap pasien punya menu yang berbeda­beda tergantung penyakitnya. Nah, me ngingat kompleksitas persoalan asupan makanan pasien ter sebut, maka pelatihan yang berkesinambungan dan spesifik merupakan keniscayaan. “Ada orang yang kita kirim untuk mempelajari secara mendalam khusus diet pasien haemodialisis. Ada juga yang mempelajari gizi pasien diabetes mellitus. Jadi, harus spesifik,” tandas Dokter Spesialis Anak ini.

Pelatihan ini bukan hanya di bagian gizi saja. Seluruh bagian lain mendapatkan pe latihan sesuai kebutuhan. Sepanjang tahun 2017 ini misal nya, sudah ada agenda sejumlah pe latihan dan personel yang me ngikuti. Khusus untuk bagian gizi, kata Isra Firmansyah, pelatihan dalam bentuk in house training bisa 2­3 kali dalam setahun. “Setiap pegawai harus mengikuti pelatihan. Untuk memberikan pelayanan terbaik, keterampilan perlu diasah, perlu dilatih kembali walaupun sudah strata 2. Tanpa ada pelatihan yang kontinyu, tidak akan menghasilkan apa yang diharapkan. Jadi, perlu ada pelatihan yang berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan rumah sakit,” paparnya.

Lebih dari itu, kata Isra Firmansyah, pegawai di bagian instalasi gizi juga akan dilatih membuat tulisan ilmiah yang berguna untuk memperbaiki sistem pelayanan di rumah sakit.(sk)