Penanganan Kanker Secara Paripurna di RSUDZA
RUMAH Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh selama ini terpaksa merujuk pasien kanker untuk mendapat penanganan lebih lanjut ke beberapa rumah sakit di Kota Medan, Sumatera Utara dan Jakarta.
Langkah ini diambil karena rumah sakit milik Pemerintah Aceh belum memiliki fasilitas memadai untuk penanganan pasien kanker secara optimal.
Direktur RSUDZA Dr. dr. Azharuddin Sp.OT, K-Spine FICS, menyampaikan, ada beberapa rumah sakit menjadi pilihan rujukan. Kalau di Medan, Sumatera Utara ada Rumah Sakit Murni Teguh dan Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik. Sementara di Jakarta ada Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Dharmais.
“Kita belum pernah punya gedung radio onkologi untuk melakukan penyinaran. Kita sangat berharap mudah-mudahan di akhir tahun ini, selesai pembangunan lantai satu lengkap dengan pesawat radio onkologi yang bisa melakukan sinar,” kata dr. Azharuddin kepada Kru Tabloid RSUDZA Lam Haba di ruang kerjanya baru-baru ini.
Manajemen RSUDZA sangat berharap, di akhir tahun 2018 atau di awal tahun 2019 lantai satu dari empat lantai gedung radio onkologi sebagai pusat penanganan kanker di Aceh sudah bisa berfungsi. Dengan begitu, kasus–kasus kanker tidak perlu lagi dirujuk ke luar daerah.
Hal ini juga sesuai dengan harapan masyarakat Aceh. Karena dengan adanya penambahan unit pelayanan ini, maka penderita kanker dapat ditangani secara maksimal di RSUDZA, tanpa harus dirujuk keluar daerah.
Sementara menyangkut de ngan ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM), Direktur RSUDZA meminta masyarakat tidak perlu khawatir. Pasalnya, RSUDZA sudah duluan punya SDM ketimbang alatnya.
Yaitu ahli radio onkologi, dokter khusus bidang kanker bidang penyinaran ada satu orang. Kemudian ada ahli fisikawan yang khusus menangangi soal pemanfaatan teknologi nuklir untuk kesehatan, yang merupakan lulusan Unpad.
Hal ini mengingat nantinya, gedung onkologi center akan menggunakan alat radioterapi untuk penanganan pasien kanker.
Alat bantuan Pemerintah Pusat ini tentunya memanfaatkan teknologi nuklir dari elemen elektromagnetik atau sinar X dan partikel.
Maka itulah, pemanfaatan teknologi nuklir di bidang kesehatan harus dipastikan betul–betul aman. Seperti aman untuk pasien, aman untuk petugas dan aman untuk lingkungan. RSUDZA sendiri sudah memiliki satu ahli di bidang itu.
Sementara untuk tenaga pendukungnya, seperti perawat dan tenaga administrasi tentunya akan menyesuaikan dengan eskalasi yang dikembangkan.
Namun ke depan, kata dokter Azharuddin, begitu fisiknya siap dan alatnya datang, maka insya Allah sudah dapat langsung melakukan penanganan pasien.
Gedung onkologi center, di rencanakan dibangun empat lantai menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA). Nantinya akan menjadi pusat penanganan kanker terpadu, menangani kasus kanker secara paripurna.
“Asal ada kanker, baik itu me nyangkut harus dibedah ataupun cukup dengan penyinaran atau kemoterapi maka akan punya ‘rumah sakit’ khusus. Pembangunan gedung onkologi center dilakukan multi years, dengan pembiayaan lebih kurang setengah triliun rupiah,” sebutnya.
Terkait ketersediaan tenaga medis, kata dokter Azharuddin, RSUDZA memiliki konsultan kan ker di masing – masing bagian. Saat ini ada perhimpunan ahli onkologi, mereka berasal dari berbagai latar belakang keahlian, mulai dari ahli penyakit dalam, ahli bedah, THT.
“Kalau ditanya apakah masih menangani sendiri–sendiri, ya sesuai dengan kanker apa? karena memang jagonya sendiri–sendiri. Kalau kanker bagian mata tidak mungkin saya yang ahli ortopedi bisa menangani itu, namun kanker bagian ortopedi ada ortopedi ahli kanker,” terangnya.
Dokter Azharuddin mencontohkan, misalkan ada kanker telinga, hidung, tenggorokan (THT), maka tidak mungkin ahli bedah obgyn lebih jago dari spesialis THT.
Di bagian obgyn, juga ada ahli kanker obgyn. Jadi, seluruh spesialis itu makanya ada konsultan, sangat fokus ilmunya untuk membidangi sesuatu. Bagian anak, misalnya ada bagian kanker anak seperti dokter Heru, di bagian THT ada dokter Benni dan kawan–kawan, jadi hampir semua RSUDZA memiliki konsultan kanker, sedangkan ketuanya itu hanya bertindak sebagai koordinator, kalau ada kasus kanker tulang, pastinya koordinator yang ditunjuk adalah ortopedi.
Jadi penanganan nantinya, kalau diperlukan tim misalnya dalam menangani pasien yang menderita kanker atau penyakit kronis stadium lanjut, ada tim paliatif yang akan ikut bergabung.
dr. Azharuddin yang juga Ketua Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Daerah Aceh ini melanjutkan, setelah rampungnya pembangunan gedung onkologi center tiga atau empat tahun lagi dengan empat lantai, maka penanganan kanker semuanya akan dilakukan di sana secara lengkap dan paripurna. (sli)