Penyakit Kanker, Diagnosa, dan Pengobatan

KETUA Tim Kanker Rumah Sakit Umum RSUDZA dr Muhammad Riswan Sp.PD KHOM, FINASIM mengatakan, kan ker adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal dan bersifat ganas (maligan).

Ada sekelompok sel yang men dadak menjadi liar dan memperbanyak diri secara pesat dan terus menerus. “Ada yang disebut dengan malignan syndrome. Ini merupakan kumpulan gejala umum penderita kanker.

Misalnya saja nafsu ma kan menurun, penurunan berat badan, dan sebagainya,” tandas dr Riswan dalam wawancara khusus dngan kru RSUDZA Lam Haba, pekan lalu. Dokter senior tersebut juga menjelaskan perbedaan antara kanker dan tumor.

Segala sesuatu benjolan di dalam tubuh disebut tumor, yang dibagi menjadi tumor jinak an tumor ganas. Perbedaan kedu jenis tumor tersebut pada pertumbuhannya. Dijelaskan dr Riswan, tumor jinak pertumbuhannya sangat lambat.

Benjolan pada tumor jinak biasanya longgar dan mobile.

Sedngkan pada tumor yang ganas lazimnya lengket, tidak bisa digerak­gerakkan.

“Selain itu, kalau tumor ganas bisa menjalar ke organ lain yang disebut dengan istilah metastase,” katanya. Oleh karenanya, kalau ada tumor ganas di payudara, bisa menjalar ke paru, lever, dan sebagainya. “Jadi, disebut kan ker jika ada pertumbuhan yang sangat cepat dan bisa menjalar,” tandasnya kembali.

Untuk membedakan tumor jinak dengan tumor ganas, bisa dilakukan dengan MRI, CT scan, USG, dan sebagainya. Tapi, pencitraan medis demikian bukanlah diagnos utama. Diagnosa standarnya adalah dengan memeriksa jaringan dari tumor, yang disebut pemeriksaan histopatologi.

Dengan pengamatan langsung terhadap jaringan yang terganggu, maka hasil diagnosa akan lebih baik. Untuk diagnosa hal ini pun RSUDZA sudah memiliki ahlinya.

Mitos
Banyak mitos kesehatan yang beredar di masyarakat Mitos­mitos ini tidaklah benar. Salah satu mitos dalam dunia kanker, sebagian masyarakat beranggapan bawah kanker tidak boleh disentuh. Kalau ada benjolan, tak boleh dilakukan apa pu, termasuk biopsi, yakni mengambil sampel jaringan atau sel untuk dianalisis di laboratorium. “Sebagian masyarakat tidak mau biopsi, karena dianggap membangunkan harimau tidur,” tandasnya. Faktanya tidaklah demikian. Kalau tumor jinak dibiopsi hasilnya tetap jinak atau tidak akan ganas. Begitu pula kalau jenis tumor ganas, hasilnya pasti ganas.

Menurut dr Riswan, ada satu lagi mitos penyakt kan ker, bahwa penyakit ini tergo long penyakit modern. Faktanya, kata Riswan, tidaklah d mikian. Dri dulu sudah ada penyakit yang sangat berbahaya tersebut. Perbedaannya, pada zaman dahulu tidak banyak terekspose. Minimnya sarana penyebaran informasi, bahkan peralatan medis canggih, mem buat sebagian pen derita berobat ke dukun. Sebagin warga pun masih menganggap kanker sebagai ‘penyaket donya’, alias akibat diguna­guna.

“Dulu orang menganggap kanker bukan penyakit medis.

Dianggap penyakit dunia, berobat ke dukun dan sebagainya. Jadi, tidak banyak terungkap kasusnya seperti saat ini,” tandasnya.

Kini menjadi masalah ka rena insidensinya semakin ber tambah. Pertambahannya, karena pola hidup manusia sudah berbeda dengan masa lalu.

Makanan orang modern berbe da dengan zaman dulu, begitu juga dengan sisi kehidupan lain nya. “Sekarang semua ma ka nan pkai pengawet. Ini men jadi salah satu pemicu timbulnya kanker,” tandasnya.

Selain itu, faktor lingkun gan juga mempengaruhi. Hadirnya berbagai sarana transportasi menimbulkan polusi udara yang tinggi. Ini juga salah satu pemicu kanker.

Untuk penyembuhan, semakin cepat ketahuan, semakin bagu penyembuhannya.

Artinya, stadium kanker menentukan hasil pengobatan.

Contohnya pada kanker paru, jika ketahuan pada stadium I, maka angka penyembuhannya 60­70 persen. “Tapi, kalau berobat sudah sampai pada stadium 4, penyembuhannya di bawah 5 persen. Itu sebabkan, sangat penting upaya­upaya preventif dalam penanganan kanker,” tandasnya.

Diakui, pengobatan kanker tersebut memang membutuhkan dana yang besar, sehingga kalau ketahuan pada stadium lanjut, makpengobatannya pun tidak bisa maksimum.

Lalu, apa hambatan dalam mengurangi penyakit mematikan ini di masyarakat? Menurut dr Riswan, tantanganannya adalah pengetahuan masyarakat terhadap kanker yang masih kurang.

Kecuali itu, ada juga kanker­kanker tertentu yang masih tabu di masyarakat. Jangankan diberitahukan kepada tenaga kesehatan, mungkin ke luarganya sendiri tidak diinformasikan bahwa diri menderita kanker. Contohnya kanker payudara. “Kanker payudara, kalau kita ketemu pada stadium I, itu hasilnya 100 persen sembuh, itu kuratif. Tapi, kalau stadium 4, paling­paling hanya bisa memperpanjang usia,” tandasnya.

Maalahnya, dalam sejumlah kasus, pasien pergi ke dokter ketika sampai pada stadium lanjut, sehingga kesulitan mengobati. Sebagian perempuan jga malu memberitahu ke luarganya bahwa dirinya men derita kanker. “Ada bahkan suaminya sendiri tidak tahu. Jadi, ini menjadi salah satu kesulitan ita dalam mengobati kanker, karena sudah sampai pada stadium lanjut,” tandasnya.

Di Aceh, sosialisasi tentang kanker terus dilakukan.

Pada setiap tanggal 4 Februari, yang merupakan peringatan hari kanker sedunia, pihaknya me lakukan penyuluhan­penyuluhan mendeteksi kanker secara dini. Sebagai Ketua Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) Aceh, Riswan juga meng gunakan berbagai kesempatan mensosialisasikan bahaya kanker ini.

Terkait pengobatan, RSUD ZA punya beberapa spesialis yang menangani kan ker. Untuk diagnosa, RSUDZA sudah memiliki fasilitas yang memadai.

Salah satu aspek pen ting yang harus dilakukan adalah memeriksa jaringan tumor. Ada empat cara yang bisa dilakukan untuk menangani pasien kanker. Pertama, dengan melakukan operasi. Kedua, kemoterapi. Ketiga, radio terapi, dan keempat terapi target, yakni obat yang diberikan tersebut tertuju langsung kepada penyakit kanker tersebut. Nah, di antara empat cara pengobatan ini, RSUDZA belum bisa melakukan radioterapi.

Biasanya pasien yang memerlukan pengobatan dengan cara ini dikirim ke luar Aceh, seperti Medan atau Jakarta.

“Untuk kemoterapi, kita punya ruang khusus di rumah sakit Alat itu, akan ditempatkan di RS Kanker Oncology Center.

“Semakin cepat gedung RS Kanker selesai dikerjakan, semakin baik. Karena bila selesai tahun ini, mesin radio terapi Sinar X bantuan Kemenkes bisa segera difungsikan,” ujar Azharuddin sambil menambahkan jika RS Kanker itu sudah beroperasi, maka pasien sudah bisa berobat di Banda Aceh. (*)