Sulitnya Mencari Pendonor Ginjal

SEBAGAI salah satu organ penting dalam tubuh manusia, kerusakan ginjal dapat menurunkan fungsi nya. Penurunan fungsi tersebut menimbulkan masalah kesehatan, bahkan bisa menimbulkan komplikasi kepada organ vital lainnya.

Sebagaimana diketahui, pola makan seseorang akan menentukan derajat kesehatan. Oleh karena itulah para ahli kesehatan menyarankan untuk makan dengan gizi yang seimbang, karena makanan yang tidak sehat akan menimbulkan banyak penyakit. Di Aceh, menurut Dokter Spesialis Penyakit Dalam Prof. Dr. dr. Maimun Syukri SpPD-KGH Finasim, kebanyakan masyarakat menderita penyakit diabetes karena makanan yang tidak sehat. “Sebanyak 60 persen penyebab diabetes karena gaya hidup. Hanya 40 persen diakibatkan oleh keturunan,” tandas Maimun Syukri kepada wartawan tabloid RSUDZA Lam Haba, pekan lalu. Oleh karena disebabkan gaya hidup, maka penyakit diabetes yang bisa berakibat gagal ginjal, mestinya bisa dihindari.

Namun, semuanya terpulang kepada perilaku dan pola hidup warga itu sendiri.

Banyak orang yang takut menyumbang ginjal, padahal orang yang hidup dengan satu ginjal banyak jumlahnya. Jadi, saat ini banyak orang sehat takut mendonorkan ginjal.”
Prof. Dr. dr. Maimun Syukri SpPD-KGH Finasim
Anggota Tim Transplantasi Ginjal RSUDZA

Lalu, apa penyebab utama pasien harus melakukan cuci darah di Aceh? Menurut Prof Maimun Syukri, penyebab utama adalah karena penyakit diabetes yang dialami. “ Sebanyak 58 persen penyebab cuci darah karena diabetes,” tandasnya. Jika diurai latar belakang pasien, kata Maimun Syukri, maka penyebab cuci darah adalah salah satu dari tiga hal ini, yakni menderita diabetes, hipertensi, dan infeksi.

Jika cepat dideteksi, penyakit ginjal mungkin akan lebih mudah diatasi ketimbang jika telat diketahui. Masalahnya, di Aceh pasien umumnya enggan atau telat datang ke rumah sakit. Jika datang dalam kondisi terlambat, maka pengobatan pun akan jauh lebih sulit.

“Harus dijaga gula, kontrol gula yang bagus. Yang hipertensi, kontrol hipertensi yang baik. Yang infeksi , obati dengan benar infeksi, supaya terhindar komplikasi ke ginjal. Yang ada batu selesaikan batunya. Ini semua menjadi faktor risiko penyebab kerusakan ginjal,” tandas Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala ini.

Dikatakan, semua orang takut dengan gagal ginjal. Namun anehnya, kata dia, justru ketakutan tersebut tidak tercermin pada perilaku yang bersangkutan.

“Banyak orang yang takut dengan ginjal, tapi tidak pernah takut dengan gula. Banyak orang yang takut dengan ginjal, tapi tak pernah takut dengan tensi. Tensi dan gula itu jahat. Itu yang mestinya dikendalikan, supaya komplikasi ke ginjal tidak muncul,” tandas Profesor Maimun.

Dikatakan, seseorang penderita diabetes tetap bisa hidup sehat hingga puluhan tahun sepanjang bisa menjaga dan mengontrol perilakunya. Penderita diabetes bisa hidup puluhan tahun dengan hipertensi tanpa ada komplikasi. Kuncinya cuma satu, yakni mengontrol gula darah bagi penderita diabetes, juga mengontrol hipertensi dan infeksi.

Diakui, 60 persen penyebab diabetes memang karena gaya hidup. Hanya 40 persen diakibatkan oleh faktor keturunan. Di Malaysia pun tergolong tinggi jumlah penderita diabetes, sama halnya seperti Aceh, yang memang sebagai negeri serumpun. “Pola hidup sama antara kita dengan Malaysia. Di sini ada nasi gurih, di sana ada nasi lemak. Di sana ada teh tarek, di sini juga ada. Jadi, tinggal soal waktu saja, kita bisa sama dengan orang itu,” tandasnya.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Rikesda) tahun 2013, untuk penderita diabetes, Aceh merupakan provinsi nomor tiga se-Indonesia setelah Maluku Utara dan Pontianak. Namun, kata Maimun Syukri, saat ini posisi Aceh sudah turun dan berada di urutan kelima.

Diakui, komplikasi dari dua penyakit ini menghabiskan klaim paling besar oleh rumah sakit.

Paling tinggi klaim untuk penyakit jantung, kedua cuci darah, ketiga penyakit kanker. “Oleh karena itulah, kalau bisa menjaga kesehatan dengan baik, bisa menghemat uang negara cukup banyak, triliunan rupiah setiap tahun,” tandasnya.

Jika setelah didiagnosa penderita dinyatakan menderita gagal ginjal kronis, maka perlu pengobatan medis sesuai dengan tingkat dan risiko penderita. Kalau sudah pada tahap akhir, harus mencari terapi pengganti ginjal. Ada dua cara, pertama dengan melakukan cuci darah. Cuci darah ini dengan memakai mesin dan cuci perut. Di RSUDZA, kedua pengobatan bisa dilakukan. Pengobatan satu lagi dengan cara cangkok ginjal, yakni mengambil ginjal yang sehat dan memberikan kepada orang yang sakit.

Setelah dicangkok, pasien sama seperti orang normal, hanya perlu minum obat saja. Pada awalnya, kata Prof Maimun, memang biaya untuk cangkok ginjal lebih tinggi, tapi kini turun drastis, menjadi sekitar 400 jutaan per pasien. Namun, untuk cuci darah dan cuci perut, biayanya konstan, sekitar 8 juta per bulan. Ini belum termasuk obat. “Saat ini pasien cuci darah kita hampir 200 orang, sedangkan pasien cuci perut ada 70-an orang,” katanya.

Saat ini di berbagai kabupaten/kota di Aceh sudah punya mesin cuci darah, kecuali Nagan Raya, Pidie Jaya, Subulussalam, Bener Meriah, dan Singkil. Paling lambat di tahun 2019 mereka sudah punya mesin cuci darah. Dikatakan Maimun Syukri, jika pasien memilih cuci darah seumur hidup, bisa saja, akan tetapi pasien menjadi terikat dengan terapi ini. Selain itu, rawan pula terjadinya infeksi.

RSUDZA saat ini sudah melakukan operasi transplantasi untuk pasien yang ketiga. Semua proses operasi berjalan dengan baik. “Namun untuk kasus pertama pasiennya meninggal setelah enam bulan dioperasi. Namun, penyebabnya, karena infeksi berat di paru. Satu lagi, alhamdulillah tidak ada masalah, sudah setahun ditransplantasi, sejak Mei 2017, alhamdulillah sehat,” kata anggota Tim Transplantasi Ginjal RSUDZA ini. Sedangkan pasien ketiga juga berhasil dicangkok ginjal atas nama Muharuddin, Senin (9/7/2018). Dia menerima donor ginjal dari adik kandungnya, Sri Muliana.

Masalah transplantasi di Indonesia, tentu termasuk di Aceh, terkait erat dengan ketersediaan donor ginjal. “Banyak orang yang takut menyumbang ginjal, padahal orang yang hidup dengan satu ginjal banyak. Jadi, saat ini banyak orang sehat takut mendonorkan ginjal.” Ridwan berharap masyarakat Aceh bisa menerapkan pola hidup sehat. Dengan hidup sehat bisa mencegah berbagai komplikasi akibat diabetas dan hipertensi. (*)