Persiapan Matang untuk Pengakuan Internasional
RUMAH Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh barubaru ini telah dikunjungi oleh tim Mock Survey dari Joint Commission International (JCI) yang bermarkas di Amerika Serikat (AS).
Mock Survey adalah simulasi survey dengan mentangkan konsultan langsung dari lembaga JCI. Untuk kegiatan tersebut, tim konsultan JCI yang hadir berjumlah tiga orang yaitu Terence M. Shea, PA, BSN, RN, Shakil Ahmad. MD, MBBS, MHCM, CPHQ, CPSO dan Subashnie Devkaran, PhD, RPT, CPHQ, FACHE, FISQua.
The Mock Survey JCI ini diikuti oleh Direktur RSUDZA, Wakil Direktur, pejabat struktural, kepala instalasi, kepal ruangan, dokter serta semua pokja. Hal ini bertujuan untuk mengetahui serta melihat sejauh mana kesiapan Rumh Sakit Zainoel Abidin dengan standar yang ditetapkan oleh JCI sebelum dilakukanya pe nilaian agar benarbenar ses uai dengan target yang ditentukan oleh tim Akreditasi JCI.
Direktur RSUDZA, Dr. dr. Azharuddin, Sp.OT KSpine FICS ngatakan mock survey in merupakan langkah awal bagi rumah sakit plat merah milik Pe merintah Aceh untuk mendap tkan akreditasi berkelas internasional nantinya dari JCI Surveyor dari lembaga JCI sudah melakukan kegiatan penilaian untuk mengevaluasi kesiapan rumah sakit rujukan utama di Provinsi Aceh sejak tanggal 3 – 11 September 2018. Mereka adalah para konsultan senior, telah berpengalaman di bidangnya lebih dari 15 hingga 20 tahun.
“Ini merupakan tahapan awal bagi RSUDZA menuju pencapaian akreditasi inter nasional,” ujar Direktur RSUDZA, Dr. dr. Azharuddin, Sp.OT KSpine FICS kepada Kru Tab loid RSUDZA Lam Haba di ruang kerjanya.
Akreditasi bagi sebuah organisasi pelayanan kesehatan, kata dokter Azharuddin, sangat dibutuhkan sebagai tolak ukur agar pelayanan pasien dan peningkatan mutu memiliki standar.
Untuk mendapatkan pengakuan internasional tersebut, tentunya membutuhkan persiapan maksimal dan matang.
Menghadapi survey ini, RSUDZA sudah menyiapkan segala sesuatunya sejak jauh jauh hari. Bahkan pencanangan untuk merih akreditasi JCI sudah dimulai sejak tahun 2016 lalu.
“JCI inikan lebih bersifat implementatif dan lebih menekankan apakah yang telah ditetapkan benar–benar dijalankan dengan baik atau tidak,” kata dr Azharuddin yang juga Ketua Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Provinsi Aceh.
“Ini merupakan tahapan awal bagi RSUDZA menuju pencapaian akreditasi inter nasional,”
Dr. dr. Azharuddin, Sp.OT KSpine
Direktur RSUDZA
Saat ini, kata dr Azharuddin, RSUDZA sedang berupaya keras mendapatkan pengakuan internasional. Standar tertinggi yang diinginkan adalah di atas paripurna, yakni akreditasi dari lembaga JCI.
JCI merupakan lembaga akreditasi non profit berpusat di Amerika Serikat. Bertugas menetapkan dan menilai standar performa para pemberi pelayanan kesehatan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia khususnya Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan telah menetapkan bahwa akreditasi yang berlaku untuk kelas internasional mengacu pada JCI.
“Mereka (JCI) ini sangat independen. Begitu konsen dalam membuat standard–standard, melakukan evaluasi dan perbaikan sehingga masyarakat betul-betul mendapatkan kualitas pelayanan prima dari sebuah rumah sakit,” ungkap dokter Azharuddin.
Penilaian yang dilakukan tim JCI, betul–betul sangat ketat. Tidak bisa jadi–jadian. Standard telah ditetapkan dan harus diikuti dengan baik.
“Safety itu adalah di standard–standard yang harus diikuti, tidak bisa kita bernegosiasi bekerja di bawah.
RSUDZA sangat konsern memberikan pelayanan sesuai dengan standard,” tegasnya.
Tim mock survey sejak tanggal 3 – 11 September 2018 berada di RSUDZA untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh. Sebelum mereka pulang, juga memberikan feedback atau umpan balik.
Setelah ini, akan ada penilaian final. Apakah nanti bisa diberikan akreditasi itu atau tidak.
Maka itu pra syarat sebelum final RSUDZA harus menjalani tahapan mock survey. Melakukan assesment–assesment. Artinya semacam agreement atau persetujuan komit untuk menuju ke sana.
Kemudian, tugas mereka (tim JCI) untuk membuktin nanti apakah RSUDZA apakah benar benar berkomitme dalam menyiapkan pelayana yang berorientasi pada pasien safety dan bermutu.
Dirinya mengaku sang optimis jika rumah sakit ‘plat merah’ ini mampu mengikuti dan menghadapi rangkaian penilaian yang dilakukan oleh lembaga JCI.
“Ini bukanlah pekerja satu atau dua orang, bukan pekerjaan manajemen saja. Namun harus terimplementasi kepada 2.500 karyawan RSUDZA. Maka itulah, dibutuhkan pemahaman yang sama,” ujarnya.
Dokter Azhar menyampaikan bahwa tim JCI saat melakukan mock survey di RSUDZA beberapa waktu lu, ketika bertemu petugas langsung melakukan wawancara di tempat. Mereka langsung menanyakan apakah Anda bisa melakukan ini.
Tidak bisa misalnya hanya mencari beberapa orang yang pintar menjawab d cakap melakukan pekjaan sebagaimana diminta peragakan oleh tim surveyor.
Karena seorang yang bergelut dalam sebuah pekerjaan mengandalkan skil dan keterampilan, memang harus terampil. Mereka tentunya harus ada pelatihan–pelatihan. Harus ada ilmu yang mereka harus update terus.
Tim JCI, mereka akan mstikan harus terimple mentasi dengan baik. Jadi, tidak bisa berbasis dokumen saja. Mereka sangat ketat me kukan penilaian, maka itulah manajemen harus bisa melakukan sosialisasi dengan baik ke bawah. Semua pegawai dan manajemen harus pemahaman sama, dan punya keseragaman.
Lalu pasien harus men dapatkan pelayanan seperti apa dengan Akreditasi JCI? Tentunya harus berstandar, dan standarnya itu juga harus seragam, tidak bisa versinya lain–lain.
Tetapi, seragamnya itu adalah seragam yang berkualitas dan itu selalu evaluasi pelayanan yang diberikan, continuous employment, serta perbaikan yang terus menerus. (sli)