Belajar Kenal “Keselamatan Pasien”



RUMAH Sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan modern adalah suatu organisasi yang sangat komplek karena padat modal, dan teknologi, padat karya, profesi, padat sistem dan padat mutu serta padat ri siko sehingga kejadian tidak diinginkan (KTD = adverse event) akan sering terjadi dan berakibat terjadinya injuri atau kematian pada pasien.

Menurut laporan dari Institute of Medicine Institute of Medicine (IOM) (1999); To err is human, buiding a safer health system; di Amerika Serikat diproyeksikan terjadi 44.000 ampai dengan 98.000 kematian setiap tahun akibat dari medical error yang sebenarnya dapat dicegah, angka ini hampir empat kali lipat dari kematian akibat kecelakaan lalu lintas.

Bagaimana di rumah sakit kita? Sami saat ini belum ada data yang pasti berada sebenarnya angka KTD di rumah sakit di Indonesia.

Istilah keselamatan pasien atau Patien Safety saat ini rasanya sudah tak asing lagi ditelinga kita.

Kita sering dengar baik di media elektronik maupun di media cetak. Bahkan di Undang­-Undang perumahsakitan yang disahkan tahun 2009 telah dicantumkan program keselamatan pasien ini sebagai salah satu program yang harus ada di setiap rumah sakit.

Sebenarnya sepenting apakah program itu sampai rumah sakit wajib menjalankannya?

Sejarah
Gerakan keselamatan pasien sebagai sebuah revolusi sosial dalam praktek kedokteran dan rumah sakit adalah kenyataan yang harus dihadapi para dokter dan organisasi profesi. Meskipun gerakan keselamatan pasien yang berawal di Amerika muncul sebagai sebuah keterpaksaan karena tekanan publik, namun gerakan ini merupakan gerakan yang mengandung nilai mortalitas.

Pada akhirnya, gerakan selamatan pasien adalah sebuah kewajiban. Menerima keselamatan pasien sebagai nilai baru dalam budaya organisasi berarti setiap dokter dan petugas kesehatan lainnya serta organisasi profesi harus berani berubah dari blamming culture menjadi safety culture.

Pada tahun 2001 The NPSA (National Patien Safety Agency) merbitkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien dapat membantu penerapan program keselamatan pasien di tingkat institusi layanan kesehatan sebagai daftar tilik dan acuan dalam membantu merencanakan kegiatan serta mengukur keberhasilan penerapan program.

Kini gerakan keselamatan pasien telah menggema ke seluruh dunia dan telah ditindaklanjuti, khususnya oleh Negara-negara maju dengan membentuk bagai organisasi yang bertujuan untuk menurunkan angka kejadian kesalahan medis (medical error).

Penerapan program keselamatan pasien di Indonesia juga masih relatif baru. Sekarang ini, PERSI bersama Departemen Kesehatan sedang gencar berkampanye mengenai program keselamatan pasien dan akhirnya terdeklarasi pada tanggal 21 Agustus 2005.

Pengertian
Apa itu keselamatn pasien? Menurut IOM, Keselamatan Pasien (Patien Safety) didefinisikan sebagai bebas dari cidera (freedom from accidental injury), cidera disebabkan karena error yang meliputi kegagalan suatu perencnaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan.

Jadi keselamatan pasien Rumah Sakit (Patient safety) diartikan : suatu system dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.

Hal ini termasuk : Assesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan degan resiko pasien, pelaporan dan analisa , kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko.

Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

Apa dampak yang akan timbul bila program keselamatan pasien tidak dilaksanakan?

  • Pada Pasien
    Memperparah kondisi sakitnya, perawatan lebih lama, kecacatan, memperbesar biaya yang dikeluarkan bahkan kematian.
  • Karyawan
    Perasaan bersalah dan trauma, tuntutan hukum, sangsi/ hukuman, kerugian materi.
  • Institusi / Rumah Sakit
    Image yang buruk di masyarakat, tuntunan hukum, materi untuk biaya pengacara, pengadilan ataupun ganti rugi.

Bila melihat dampak yang ditimbulkan tersebut maka medical error dapat menimpa siapa saja yang ada dirumah sakit dan dapat disimpulkan bahwa keselamatan pasien tidak hanya untuk pasien tetapi juga keluarga, pengunjung, karyawan dan institusi/rumah sakit itu sendiri.

Program Keselamatan pasien Tujuan dari Program Keselamatan pasien adalah :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD.

Untuk mewujudkan tujuan Program Keselamatan Pasien tersebut diatas ditetapkan goalnya dalam International Patien Safety Goal, The JCI yang terdiri dari :

  1. Identifikasi pasien yang benar
    Banyak insiden keselamatan pasien yang terjadi dikarenakan identifikasi pasien yang tidak benar. Di rumah sakit banyak pasien yang dirawat mungkin akan ada lebih dari satu pasien dengan nama yang sama. Untuk itulah pentingnya dilakukan identifikasi pasien yang benar. Berbagai kondisi dan keadaan pasien dapat menyebabkan terjadinya kesalahan identifikasi. Identifikasi pasien sangat penting dalam tindakan medis/perawatan untuk mencegah terjadinya kesalahan tindakan sehingga identitas harus jelas. Identifikasi pasien harus lebih dari dua identitas berupa sebutan, nama, nomor register, nomor RM, umur, tanggal lahir, riwayat alergi dan harus menempel pada pasien, tidak pada tempat tidur atau dinding. Ruangan kamar pasien tak boleh digunakan sebagai identitas. Untuk lebih meningkatkan identifikasi pasien ini diperlukan adanya suatu Standar Prosedur Operasional (SPO) atau kebijakan, sehingga error yang terjadi karena kesalahan identifikasi dapat di hindari.
  2. Tingkatkan Komunikasi yang efektif
    Komunikasi dalam pelayanan kesehatan mempunyai andil yang sangat besar. Dalam praktek pelayanan kesehatan, alih tanggung jawab melalui komunikasi baik secara langsung maupun tak langsung antar pemberi pelayanan maupun penerima pelayanan. Dalam sehari terjadi tidak kurang dari satu juta proses komunikasi terjadi dalam pelayanan.
    Untuk memperoleh data klinis, orang dokter akan melakukan serangkaian proses pelayanan yang banyak melibatkan petugas Kesalahan dalam proses alih informasi dapat mengakibatkan kesalahan dan dapat menciderai pasien, terutama apabila pesan yang disampaikan secara tidak jelas dan akurat.
    Informasi yang tidak akurat dalam alih informasi dapat menimbulkan kesalahan dan KTD. Berdasarkan laporan Agency for Health Research and Quality (AHRQ 2003) terdapat 65% KTD yang akar masalahnya adalah komunikasi. Melihat masalah ini maka The Join Commission on Accreditation of Healthcare Organization (JCAHO) National Patien Sefty Goal telah menetapkan komunikasi efektif sebagai salah satu strategi untuk mengurangi KTD dalam pelayanan kesehatan.
  3. Tingkatkan keamanan untuk pemberian obat yang berisiko tinggi
    Mediction error adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan yang menyebabkan penggunaan obat tidak sesuai yang diharapkan dan bahkan membahayakan pasien. Hal ini dapat dilakukan oleh dokter, petugas farmasi, perawat ataupun pasien dan keluarga pasien. Pelayanan kesehatan pengenal banyak sekali jenis dan macam obat – obatan dengan kemasan ataupun nama yang mirip. Hal ini yang sering kali menyebabkan terjadinya error.
    Untuk meningkatkan keamanan pemberian obat yang berisiko tinggi maka dibuat suatu ketentuan dalam penyimpanan dan pengelolanya. Terutama obat­-obatan yang tampak maupun terdengar mirip. Medication error atau kesalahan pengobatan dapat terjadi dari permintaan resep sampai pemberian obat untuk diminum. Menyiapkan dan memberikan obat pun terdapat satu perlakuan khusus agar tidak terjadi kekeliruan yang dapat mencederai pasien maupun tenaga kesehatan sendiri. Untuk itu dalam pelaksanaannya petugas kesehatan harus tahu obat­-obat yang terdengar atau tampak mirip.
  4. Eliminasi salah sisi, salah pasien, salah prosedur operasi.
    Bidang pelayanan bedah adalah merupakan bagian pelayanan yang lebih sering menimbulkan cedera medis dan komplikasi dibandingkan bagian lain. Hal ini berhubungan dengan adanya persepsi pelayanan bedah berhubungan dengan cedera atau operasi atau luka yang akan menimbulkan risiko komplikasi pasca operasi / pembedahan.
    Perawatan bedah sarat dengan risiko komplikasi dan kejadian yang tidak diharapkan dapat terjadi sebagai bagian dari risiko tindakan operasi.
    Dalam praktiknya sulit untuk membedakkan apakah cedera medis yang dialaminya pasien termasuk komplikasi atau KTD. Komplikasi atau KTD yang terjadi berkaitan pelayanan bedah ini dapat dilihat dari dua aspek yaitu, yang bersifat dapat dihindari (Avoidable/ preventable). Komplikasi yang bersifat dapat dihindari dikategorikan sebagai medical error karena terjadi akibat kesalahan dari pemberi pelayanan, sedangkan komplikasi yang tak dapat dihindari terkait dengan penyakit pasien.
  5. Reduksi risiko nosokomial.
    Infeksi nosokomial disetiap rumah sakit adalah suatu masalah yang menjadi prioritas utama dalam penanganannya. Berbagai macam penyakit bisa didapatkan dari infeksi silang selama di rumah sakit. Kontributor utama yang berperan yang berperan dalam menularkan infeksi ini adalah para petugas kesehatan sendiri.
    Bila ditelaah lebih jauh untuk pencegahan infeksi nosokomial ini sebenarnya bayak cara-­cara sederhana yang dapat dilakukan. Seperti tindakan mencuci tangan yang dilakukan dengan benar. seperti ng diungkapkan oleh WHO, yaitu “Clean care is safer care getting your hands on a culture of safety” yg artinya “Perawatan aman adalah perawatan yang bersih, dimulai dari tanganmu untuk membudayakan keselamatan”
  6. Reduksi risiko cidera dari jatuh.
    Dalam praktek pelayanan kesehatan terdapat berbagai macam kasus penyakit dan keadaan pasien. Tiap-­tiap pasien adalah suatu pribadi yang unik dengan berbagai kelainan dan kekhasan masing­-masing. Dalam hal kasus penyakit terdapat juga berbagai macam kondisi pasien yang akan berpengaruh terhadap pelayanan dan perawatan yang diberikan sarat resiko yang mungkin terjadi. Salah satu resiko yang mungkin timbul adalah pasien jatuh. Untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya cidera karena pasien jatuh maka perlu dilakukan pengkajian ulang secara berkala mengenai resiko pasien jatuh,termasuk resiko potensial yang berhubungan dengan jadwal pemberian obat serta mengambil tindakan untuk mengurangi semua resiko yang telah diidentifikasi tersebut. Pengkajian ini telah dapat dilaksanakan sejak pasien mulai mendaftar.

Dalam melaksanakan pengajian ini dilakukan secara menyeluruh termasuk faktor-faktor yang mungkin akan menjadi resiko pasien jatuh.

Faktor-faktor tersebut diantaranya :
a. Faktor lingkungan, faktor yang berasal dari lingkungan sekitar
b. Faktor pasien : faktor dari diri pasien.

Antisipasi terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan untuk mencegah pasien jatuh. Segala upaya pencegahan jatuh dapat petugas lakukan, akan tetapi bila tetap terjadi pasien jatuh, keluarga/penunggu pasien akan dilibatkan dan berperan aktif dalam pencegahan jatuh ini.

Misalnya : tidak meninggalkan pasien sendiri, menutup pengaman tempat tidur dsb.

Pelaksanaan gerakan keselamatan pasien adalah satu gerakan yang melibatkan seluruh staf/petugas rumah sakit dari staf sampai pimpinan. Diperlukan peran serta secara aktif agar program dapat terlaksana dan dilakukan evaluasi pelaksanaan program tersebut. Hal ini sangat penting karena pada dasarnya Program Keselamatan Pasien ini adalah proses pembelajaran.

Pembelajaran didapat dari lapor/kejadian – kejadian yang ada dan dilakukan analisa untuk mendapatkan suatu pemecahan masalah tanpa menyalahkan (no blame culture). (ekaubit)