Nilai Syariah dalam Semua Lini Pelayanan RSUDZA

RUMAH Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh kini sedang berproses menuju rumah sakit syariah terbesar di Provinsi Aceh.

Pada awal Oktober 2018 lalu, rumah sakit plat merah milik Pemerintah Aceh ini telah menjalani pra-survey sertifikasi rumah sakit syariah oleh tim assesor dari Majelis Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia (MUKISI) Pusat.

Ketua MUKISI Pusat, dr. Masyhudi AM, M.Kes bersama wakil sekretaris MUKISI turun langsung ke RSUD dr. Zainoel Abidin. Bahkan mereka ikut melakukan pengecekan dokumen yang terkait dengan butir-butir standar penilaian rumah sakit syariah serta melihat langsung implementasi dan menelusuri beberapa ruangan.

Pra survey berlangsung tanpa hambatan, tim MUKISI melihat rumah sakit kebanggaan masyarakat Aceh sangat siap menjalani seluruh tahapan survei.

Direktur RSUDZA, Dr dr Azharuddin SpOT K-Spine FICS menyampaikan, untuk meraih akreditasi rumah sakit syariah, RSUDZA tentunya harus mengikuti seluruh tahapan dan rangkaian, mulai dari pendampingan sampai pra survey yang sudah dijalani awal Oktober lalu.

Untuk menghadapi survey sesungguhnya, RSUD dr. Zainoel Abidin sudah jauh–jauh hari mempersiapkan semua persyaratan dibutuhkan, mulai kelengkapan dokumen sampai pelayanan.

Ada beberapa tahapan harus dilalui untuk mengikuti survei sesungguhnya, pertama adalah pendampingan yang sudah dilaksanakan jauh – jauh hari sebelumnya.

Kemudian pra survey yang prosesnya telah berlangsung pada 1 Oktober 2018 lalu. Kemudian dalam waktu tidak lama lagi, RSUDZA akan menjalani survey sesungguhnya.

Terkait dengan pra-survey, dr Azharuddin menyampaikan, kegiatan itu ada lah semacam asesmen. Bertujuan untuk melihat sejauh mana kesiapan RSUD dr. Zainoel Abidin untuk menghadapi penilaian sesungguhnya direncanakan akan dilaksanakan dalam waktu dekat.

Untuk bisa meraih akreditasi syariah, sebuah rumah sakit harus mendapatkan angka minimal 80 untuk seluruh komponen. Komponen itu, terdiri dari parameter – parameter yang dikelompokkan, kemudian ada juga elemen penilaian berbasis dokumen dan telur lapangan. Sejauh ini, RSUDZA sudah mendapatkan rekomendasi dari penilaian pra survey.

“Ada beberapa perbaikan – perbaikan untuk melengkapi yang masih kurang. Insya Allah dalam waktu tidak begitu lama, RSUDZA akan menghadapi penilaian sesungguhnya,” kata Direktur RSUDZA.

Penilaian akhir nanti, akan dilakukan langsung tim MUKISI bersama Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN- MUI). Tim tersebut, akan melakukan penilaian apakah rumah sakit bisa memperoleh akreditasi syariah atau tidak.

Kegiatan ini menjadi ranah MUI yang didalamnya juga ada MUKISI Sebagai daerah yang melaksanakan syariat Islam, maka sebuah keharusan RSUDZA sebagai pusat rujukan kesehatan provinsi Aceh ‘mengantongi’ sertifikasi syariah.

Berbicara persoalan syariah, kata dokter Azharuddin, tentunya tidak hanya terbatas pada urusan ibadah semata, seluruh aktivitas pelayanan harus ada nilai syariah.

“Persoalan transaksi keuangan juga harus mengarah ke syariah. Obat – obatan dan bahan habis pakai, chemicals laundry juga harus berbasis halal,” terangnya.

Transaksi perbankan di rumah sakit dianjurkan berbasis syariah. Kalau ada 100 bank, mungkin ada 80 yang syariah sudah dapat nilai.

Bank lain (konvensional) di Aceh juga masih banyak. Kecuali memang di Aceh tidak dibolehkan ada bank lain, maka RSUDZA juga tidak akan mengizinkannya. Namun, saat ini transaksi sudah mengarah ke syariah, meski tidak menafikan bank se lama belum ada regulasi yang melarang.

“Kita mengikuti patron karena RSUDZA adalah rumah sakit milik Pemerintah Aceh. Tetapi sejauh kita bisa memilih, maka transaksi itu memang berbasis syariah,” terangnya.

Begitu juga kaitannya kala bertransaksi dengan mitra, tentu dengan mitra legal dan sesuai syar’i.

Tidak boleh lewat jalan belakang, tidak boleh beli barang tidak jelas sumbernya. Dengan begitu, dari segi aspek legal formal juga bisa dipertanggungjawabkan.

Dokter Azharuddin menambahkan, termasuk urusan pemakaian sabun cuci dan pewangi harus menggunakan produk bersertifikat halal.

Semua instrumen di rumah sakit harus dipastikan halal, seperti dapur dimana penggunaan bahan baku harus dijaga betul, termasuk laundry tempat mencuci pakaian harus menggunakan produk sabun dan pewangi bersertifikasi halal.

Artinya apa? Nilai nilai syariah itu harus menyentuh semua lini pelayanan dan aktivitas di rumah sakit. Nilai – nilai itu, kata dokter Azharuddin memg sudah terkandung dalam Al Quran, namun selama ini sepertinya tidak melihat itu sebagai sesuatu yang terstruktur.

Kegiatan pra survey dilaksanakan oleh MUKISI ingin memastikan kembali bila sebenarnya nilai – nilai itu bisa diterapkan di RSUD dr. Zainoel Abidin.

“Masyarakat mungkin pahami bahwa ini hanya ibadah semata, itu hanya sebagian kecil saja. Justru se bagian besar itu menggaransi segala sesuatu bersifat syar’i,” kata dr Azharuddin yang juga Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Provinsi Aceh ini.

Bukan hanya itu, mereka juga akan selalu mengingatkan pasien untuk melaksanakan shalat wajib.

Bagi pasien dengan keterbatasan wajib untuk dibantu dan mengajarkan bagaimana melakukan tayamum untuk bersuci, serta memberitahukan arah kiblat.

Pada dasarnya memang tidak ada yang sempurna, manajemen juga tidak mencari nilai sempurna, tetapi langkah – langkah ke sana itu yang akan dilihat dan dilakukan se cara terus menerus. Rasanya mustahil mendapatkan nilai 100 semuanya, tapi orang melihat apakah sudah dilakukan langkah – langkah yang menuju kesempurnaan itu.

“Karena kita tidak pernah bisa sempurna tetapi yang namanya manusia berikhtiar melakukan usaha sungguh – sungguh, menunjukkan bahwa kita bisa berubah,” ungkapnya.

Lebih lanjut dr. Azharuddin menambahkan, aspek lain yang mungkin akan dirasakan nanti oleh rumah sakit syariah adalah mengutamakan yang di kamar operasi berbasis gender. Misalnya, pasien perempuan akan ditangani oleh tenaga medis perempuan dan pasien laki ditangani oleh para medis laki–aki kecuali bersifat darurat.

Tapi, ketika masih bisa memilih dan sumber daya manusia (SDM) semakin baik, kenapa tidak nilai – nilai itu diberikan rumah sakit kepada masyarakat. (sli)