Mantapkan Persiapan Akreditasi Internasional RSUDZA Siapkan 10 Langkah
SETELAH lulus dan berhasil mempertahankan predikat Akre ditasi Paripurna Bintang 5 (SNARS) pada Desember 2018 dan berhasil meraih Akreditasi Syariah (MUKISI), kini manajemen Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh sedang dan terus mempersiapkan diri, menuju akreditasi layanan internasional atau Joint Commission International (JCI).
Keinginan ini memang bukan serta merta dan kebetulan. Tapi, sudah dipersiapkan sejak tahun 2016 lalu. Pencanangannya dilakukan oleh Gubernur Aceh saat itu, dr. Zaini Abdullah bersama Konsultan JCI, Francine Westergaard di halaman RSUDZA, Senin, 15 Agustus 2016.
Akreditasi ini diterbitkan JCI, sebuah badan akreditasi nonprofit dari Amerika Serikat (USA), yang dapat mandat untuk menilai standar pelayanan kesehatan tingkat dunia.
“Dalam meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit berkelas dunia, RSUDZA terus melakukan berbagai persiapan untuk memperoleh akreditasi internasional dari Joint Commission International (JCI) pada Oktober 2019,” ujar Direktur RSUDZA, Dr dr Azharuddin Sp.OT KSpine FICS.
Ia mengatakan, pihaknya menjajal akreditasi internasional ini karena memang selama ini RSUDZA patuh terhadap standar-standar dan aturan yang disepakati internasional.
“Dengan adanya standar-standar internasional yang sudah diakui 5 benua dan 180 negara ini, insya Allah kita bisa terapkan di Aceh,” kata dr Azharuddin.
Apabila nanti RSUDZA berhasil memperoleh Akreditasi Internasional JCI, tentu bukan hanya sertifikatnya yang diinginkan, akan tetapi capaian-capaian yang bisa diimplementasikan dan juga tentu masyarakat dapat menilai lebih objektif terhadap apa yang sudah dilakukan pihaknya untuk terus melakukan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik.
“Bukan sertifikat yang kita inginkan, akan tetapi kita ingin mengimplementasikan standar-standar yang ada di JCI,” jelasnya.
Untuk mempersiapkan penilaian akreditasi internasional oleh JCI, RSUDZA juga mendapatkan bimbingan teknis dan pendampingan stan dar akreditasi JCI oleh Kementerian Kesehatan RI dan juga dari RSUPN dr Cipto Mangunkusumo 28 30 Desember 2018.
Bagi RSUDZA, pada 2015 lalu sebenarnya telah mendapat akreditasi dari Ko misi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) sebagai rumah sakit berpredikat paripurna. Ini merupakan indikator rumah sakit telah cukup baik terhadap pelayanan, standar manajemen, Patient Safety Goals (PSG) dan sasaran Millenium Development Goals (MDGs).
Namun sejalan dengan pembenahan yang telah dilakukan, baik dalam fasilitas, teknologi kesehatan maupun ketersediaan tenaga medis, tetap saja masih dirasakan bahwa sertifikasi paripurna itu mesti ditingkatkan lagi yang lebih baik.
Komitmen tersebut bukan tanpa sebab. Bayangkan, dari sekitar 2.415 rumah sakit yang da di Indonesia, baru sekitar 20 rumah sakit yang sudah mendapat sertifikasi internasional. Selain itu, RSUDZA Banda Aceh, juga telah lulus dan meraih predikat Paripurna Bintang 5 (SNARS), Desember 2018.
Direktur RSUDZA, Dr. dr. Azharuddin Sp.OT (K) Spine FICS menjelaskan, pada 2015 RSUDZA telah mendapat akreditasi dari KARS sebagai rumah sakit berpredikat paripurna. Meski demikian kata Azharuddin, pihaknya tidak berpuas diri dalam memberikan pelayanan terbaik kepada pasien dengan aman dan bermutu.
dr. Azharuddin mengaku, pihaknya telah melakukan sepuluh langkah untuk berhasil meraih akreditasi JCI.
Misalnya, melakukan pengenalan dengan standar JCI, membangun rencana aksi dan menganalisis kebutuhan, memperbaharui kebijakan dan prosedur, serta menetapkan target ukur.
Selanjutnya, telah melakukan kerja sama yang baik dengan seluruh staf rumah sakit dan menelusuri kebutuhan stdar JCI. Termasuk, melakukan pelatihan dan sosialisasi secara berkelanjutan.
“Kita juga melakukan evaluasi secara berkelanjutan dengan membangun kesiapan penilaian akreditasi dan terakhir adalah initial survey JCI,” kata Azharuddin.
Ia mengungkapkan, untuk pembiayaan akreditasi JCI diperkirakan mencapai kurang lebih Rp 3 miliar. Karena itu, pihaknya membutuhkan dukungan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Aceh serta Dewan Pengawas dalam membantu persiapan akreditasi.
Apabila berhasil meraih akreditasi internasional pada Oktober 2019 nanti, maka RSUDZA merupakan rumah sakit pertama di Sumatera yang mendapatkan akreditasi internasional.
“Jika berhasil meraih akreditasi internasional, maka RSUDZA Banda Aceh, sudah menjadi “tuan di rumah sendiri” bagi rakyat Aceh,” ungkapnya.
Nah, sebagai modal awal, pihaknya telah berhasil menyusun beberapa pedoman yg mengacu pada konsep dan prosedur akreditasi internasional yang ditetapkan ISQua atau The International Society for Quality in Health, perundang-undangan dan peraturan pemerintah mengenai profesi di Indonesia.
Termasuk standar akreditasi JCI edisi 4 dan edisi 5, standar akreditasi rumah sakit KARS versi 2012, serta mengacu pada kajian hasil survey standar dan elemen yang belum diterapkan di rumah sakit Indonesia.
KARS kemudian menetapkan standar penilaian akreditasi rumah sakit dalam SNARS 2018, yang telah dise suaikan dengan kondisi rumah sakit di Indonesia.
Proses penyempurna an standar akreditasi SNARS yang telah berhasil diraih RSUDZA Banda Aceh, Desember 2018, lakukan me lalui berbagai diskusi dan kesepakatan dengan melibatkan berbagai stakeholder dari Kementerian Kesehatan, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Himpunan Perawat Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (HIPPI), dan Persatuan Pengendalian Infeksi (Perdalin).
Memang, terdapat perbedaan penyempurnaan dari sistem akreditasi sebelumnya yang ditetapkan pada tahun 2012, dengan adanya tambahan Bab yang ada pada SNARS 2018.
Jika sebelumnya standar akreditasi hanya berjumlah 15 Bab, SNARS 2018 kemudian menambah 1 Bab dalam stan dar akreditasi rumah sakit sehingga menjadi 16 Bab.
Selain itu ada penambahan standar dalam SNARS 2018 terdiri dari standar pengendalian resistensi antimikroba (PRA) dan standar integrasi pendidikan kesehatan dalam pelayanan rumah sakit.
Nah, kajian seluruh Bab yang tertuang dalam SNARS 2018 edisi 1 adalah Sasaran Kelamatan Pasien (SKP), Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas (ARK), Hak Pasien dan Keluarga (HPK), Assesment Pasien (AP), Pelayanan Asuhan Pasien (PAP), Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB), layanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO), Manajemen Komunikasi dan Edukasi (MKE) dan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP).
Selain itu, ada Pencegahan dan Pengendalian Infeksi PPI), Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS), Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK), Kompetensi dan Kewenangan Staf (KKF), Manajemen Informasi dan Rekam Medik (MIRM), Program Nasional (menurunkan kematian KIA, menurunkan ke sakitan HIV/AIDS dan TB, pengendalian resistensi mikroba dan pelayanan geriatri). Termasuk Integrasi Pendidikan Kesehatan dalam Pelayanan Rumah Sakit (IPKP).
Seluruh Bab yang tertuang dalam SNAR 2018 edisi 1, merupakan rincian dar pengelompokan fungsi-fungsi standar akreditasi yang terdiri dari: Standar keselamatan pasien. Standar pelayanan berfokus pasien. Standar manajemen rumah sakit. Program nasional, dan Integrasi pendidikan kesehatan dalam pelayanan di rumah sakit.
Data yang dikeluarkan Komisi Akreditasi Rumah S kit menunjukan, hingga awal Januari 2018, dari 2.787 rumah sakit yang ada di Indonesia, jumlah rumah sakit yang sudah terakreditasi adalah 1.553 rumah sakit.
Ini membuktikan masih adanya jumlah rumah sakit yang sedang beroperasional dan belum terakreditasi, masih sangat banyak di Indonesia.
Melihat realita itu, RSUDZA Banda Aceh, telah siap menuju akreditasi layanan internasional (JCI). Caranya, dengan mempersiapkan berbagai aturan (regulasi), peralatan dan teknologi medis, peningkatan sumber daya manusia (SDM) serta standar pelayanan medis maupun dokter, sesuai prosedur dan ketentuan dalam proses akreditasi rumah sakit.
Dari berbagai persiapan yang ada dan terus disesuaikan, tak sulit rasanya bagi RSUDZA Banda Aceh, untuk meraih predikat standar layanan Internasional (JCI).
Sebab, sebelumnya atau tahun 2016 lalu, rumah sakit ini telah mencanangkan kick off (dimulainya) upaya meraih akreditasi rumah sakit berstandar internasional. (**)