Pemberian Obat Pada Ibu Hamil Dan Menyusui
TIDAK dipungkiri bahwa selama kehamilan dan menyusui, seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan atau gangguan kesehatan yang membutuhkan obat. Pemahaman mengenai keamanan penggunaan obat pada ibu hamil dan menyusui belum dimengerti dengan baik di masyarakat, dalam kalangan tenaga kesehatan sendiri pun sih belum dapat memaksimalkan pemahaman penggunaan obat bagi ibu hamil dan menyusui. Secara umum patokan pada penggunaan dan penggolongan keamanan obat pada ibu hamil dan menyusui masih mengarah pada panduan FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat.
Masa kehamilan
Banyak ibu hamil menggunakan obat dan suplemen pada periode organogenesis sedang berlangsung sehingga resiko terjadi cacat janin lebih besar, di sisi lain.Mengingat beberapa jenis obat dapat melintasi plasenta, maka penggunaan obat pada wanita hamil perlu hati-hati. Selama trisemester pertama, obat dapat menyebabkan cacat lahir (teratogenesis), dan resiko terbesar adalah kehamilan 3-8 minggu. Selama trisemester kedua dan ketiga, obat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan secara fungsional pada janin atau dapat meracuni plasenta.
Berikut kategori tingkat keamanan penggunaan obat pada ibu hamil dari FDA (Food Drug Administration) :
- Kategori A
Aman untuk janin seperti vitamin C asam folat, vit B6, parasetamol, zinc, dan sebagainya. - Kategori B
Cukup aman untuk janin seperti amoksisilin, ampisilin, azitromisin, bisakodil, cefadroksil, cefepim, cefixim, cefotaxim, ceftriaxon, cetirizin, klopidogrel, eritromisin, ibuprofen, insulinlansoprazol, loratadin, me penem, metformin, metildopa, metronidazol, dan sebagainya. - Kategori C
Dapat beresiko, digunakan jika perlu. Obat dianjurkan hanya jika manfaat yang diperoleh oleh ibu atau janin melebihi resiko yang mungkin tim bul pada janin. Contohnya albendazol, allopurinol, aspirin, amitriptilin, kalsitriol, kalsium laktat, kloramfe nikol, ciprofloksasin, klonidin, kotrimoksazol, codein + parasetamo dektrometorfan, digoksin, enalapril, efedrin, flukonazol dan sebagainya. - Kategori D
Ada bukti positif dari resiko, digunakan jika darurat. Pengunaan obat diperlukan untuk mengatasi situasi yang mengancam jiwa atau penyakit serius dimana obat yang lebih aman tidak efektif atau tidak dapat diberikan. Contohnya alprazolam, amikasin, amiodaron, carbamazepin, klordiaz epoksid, diazepam, kanamisin, fenitoin, asam valproat, dan sebagainya. - Kategori X
Kontraindikasi dan sangat berbahaya bagi janin, conhnya (amlodipi atorvastatin), atorvastatin, (kafein + ergotamin), (desogestrel + etinil es tradiol), ergometrin, estradol, miso prostol, oksitosin, simvastatin, warfarin.
Efikasi, kemanjuran (benefit) vs resiko (risk) adalah pertimbangan utama menggunakan obat khususnya untuk A dan B, untuk obat yang masuk kategori C dan D dianjurkan untuk benar-benar melalui pertimbangan dokter dengan mempertimbangkan manfaat, keselamatan jiwa yang lebih besar dibandingkan resikonya, untuk obat kategori X tidak boleh digunakan pada masa kehamilan.
Selama kehamilan terjadi perubahan-perubahan fisiologi yang mempengaruhi farmakokinetika obat. Perubahan fisiologi tersebut misalnya perubahan volume cairan tubuh yang dapat menyebabkan penurunan kadar puncak obat-obat di serum, terutama obat-obat yang terdistribusi di air dan obat dengan volume distribusi yang rendah.
Peningkatan cairan tubuh juga menyebabkan pengenceran albumin serum (hipoalbuminemia) yang menyebabkan penurunan ikatan obat-albumin sehing ga obat bebas banyak terakumulasi dalam darah dan berpotensi meningkatkan efek yang merugikan. Tetapi hal ini tidak bermakna secara klinis kara bertambahnya kadar obat dalam bentuk bebas juga akan menyebabkan bertambahnya kecepatan metabolisme obat.
Berikut beberapa obat yang dapat digunakan pada masa kehamilan :
- Pereda Nyeri dan Demam: Obat parasetamol termasuk obat yang aman mengatasi nyeri atau demam, untuk sakit kepala, lain dengan mengkonsumsi parasetamol juga bisa diatasi dengan kompres dingin dan beristirahat. Untuk demam, bisa dibantu mengatasinya dengan kompres air hangat.
- Batuk Pilek : Obat batuk pilek yang banyak dijual bebas biasanya berupa kombinasi sebaiknya dihindari pada saat hamil.
Dekongestan adalah obat yang berfungsi mengatasi hidung tersumbat seperti phenylephrine dan pseudoe fedrin. Pada saat hamil harus dihindari penggunaan dekongestan oral (minum). Ibu hamil yang membutuhkan dekongestan sebaiknya disarankan menggunakan semprot (spray). Obat dekongestan semprot lebih aman karena mekanisme kerja secara lokal di area hidung, dosis rendah serta paparan obat dengan tubuh lebih singkat, seperti penggunaan tetes hidung saline.
Obat batuk pada ibu hamil pili pertama adalah dektrometorphan (untuk mengatasi batuk kering), un tuk batuk berdahak bisa menggunakan asetilsistein. Hindari sediaan obat batuk yang mengandung alkohol. Selain obat, bisa mengkonsumsi air lemon, maupun air madu. - Sembelit dan Diare: Bisa menggunakan obat laksatif atau metilselulosa.
Sementara untuk diare, bisa menggunakan obat loperamid. Untuk menggantikan cairan elektrolit tubuh yang hilang bisa diganti dengan oralit. Sembelit juga bisa diatasi dengan konsumsi makanan tinggi serat dan cukup cairan. Olahraga ringan, seperti berenang atau jalan kaki, dapat membantu mengatasi sembelit karena dapat meningkatkan sirkulasi yang dapat merangsang sistem pencernaan. - Alergi: Bagi ibu hamil yang mengalami alergi bisa menggunakan obat cetirizin yang aman bagi ibu hamil.
Masa Menyusui
Banyak ibu yang sedang menyusui menggunakan obat-obatan yang dapat memberikan efek yang tidak dikehendaki pada bayi yang disusui. Pada umumnya, hampir semua obat yang diminum dapat terdeteksi dalam ASI, namun dengan konsentrasi yang umumnya rendah. Konsentrsi obat dalam darah ibu merupakan faktor utama yang berperan dalam proses transfer obat ke ASI. Pada umumnya, kadar puncak obat di ASI adalah sekitar 1-3 jam sesudah ibu meminum obat. Hal ini mungkin dapat membantu mempertimbangkan untuk tidak memberikan ASI pada kadar puncak. Bila ibu menyusui tetap harus meminum obat yang potensial berbahaya terhadap bayinya maka untuk sementara ASI tidak diberikan. ASI dapat diberikan kembali setelah dapat dikatakan tubuh bersih dari obat dan ini dapat diperhitungkan setelah 5 kali waktu paruh obat.
Penggunaan obat yang tidak diperlukan harus dihindari, jika pengobatan memang diperlukan, perbandingan manfaat/resiko harus dipertimbangkan pada ibu maupun bayinya. Pada neonatus (khusus bayi yang lahir prematur) mempunyai resiko lebih besar terhadap paparan obat melalui ASI.
Kategori penggunaan obat bagi ibu menyusui :
- L1: Paling aman, contohnya parasetamol, ibuprofen, loratadin
- L2: Aman, contohnya cetirizin, dimenhidrinat, guaiafenesin.
- L3: Cukup aman,contohnya pseudoefedrin, lorazepam, aspirin
- L4: Kemungkinan berbahaya, contohnya kloramfenikol, sibutramin
- L5: Kontraindikasi, contohnya amiodaron
Berikut Tips Bagi Ibu Hamil dalam penggunaan Obat !
- Ibu hamil harus cermat dan selektif dalam memilih obat.
- Berkonsultasilah dengan dokter maupun apoteker.
- Sebaiknya seminimal mungkin mengkonsumsi obat saat hamil, kecuali adanya riwayat penyakit kronis yang mengharuskan minum obat dengan adanya pertimbangan manfaat/resiko.
- Jika terpaksa membeli obat yang di jual bebas, pilihlah obat yang mencantumkan keterangan aman untuk ibu hamil dan pastikan anda mendapatkan informasi mengenai obat langsung kepada Apoteker.
Berikut Tips Bagi Ibu Menyusui dalam penggunaan Obat !
- Berkonsultasi lah dengan para dokter, jelaskan kondisi ibu yang sedang menyusui.
- Jika memang harus mengkonsumsi obat, mintalah dosis yang serendah mungkin dan dikonsumsi dalam waktu yang sesingkat mungkin.
- Jika terpaksa membeli obat yang di jual bebas, pilihlah obat yang mencantumkan keterangan aman untuk ibu hamil dan menyusui dan pastikan anda mendapatkan informasi mengenai obat langsung kepada Apoteker.
- Aturlah waktu meminum obat, misalnya setelah menyusui, atau pada saat si kecil tidur untuk waktu yang agak lama. Hal ini untuk memperkecil resiko masuknya pengaruh obat dalam ASI yang dikonsumsi bayi.
- Perhatikan gejala-gejala yang tampak, apakah si kecil jadi rewel, timbul ruam atau bercak merah/biru, sakit, kejang perut/kholik, atau ada peru bahan pada pola tidur dan makannya. Bila muncul salah satu gejala ini segera beritahu dokter, termasuk jenis obat yang anda konsumsi.
Penjelasan diatas tetap harus didukung dengan konsultasi kepada dokter maupun apoteker terkait keamanan penggunaan obat bagi ibu hamil dan menyusui termasuk penggunaan obat bebas yang sering dilupakan.
Yunita Suffiana,M.Sc.,Apt
Apoteker RSUDZA
Opini Edisi 02/Tahun IV/2019 RSUDZA Lam Haba