Kerja Adalah Amanah
“LOEN mita data, siat,” ujarnya, dengan logat bahasa Aceh yang kental. Santai tapi serius! Mata sang alumnus Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah Mada Yogjakarta itu, nyaris tak berkedip, menatap layar desktop PC dari balik lensa bening kacamata nya. Dua jarum jam menyatu di angka 11, saat ia ditemui di ruang kerjanya, Rabu (28/6) lalu.
Seketika, Ia pun bergegas bangkit dari kursi putar berlengan itu, dan mengambil beberapa dokumen penting yang tersimpan rapi. “Pergub Nomor 42 tahun 2015 ini merupakan perubahan atas Pergub Nomor 9 tahun 2015,” ujar lelaki kelahiran Samalanga, 2 September 1971 ini, sembari menyodorkan salinan Pergub yang mengatur tata cara pelayanan RS Rujukan Regional di Aceh.
Gaya bicaranya tenang, mengesankan sosok yang ramah. Lelaki itu adalah Zulfakar SKM, MPH, saat ini memimpin instalasi asuransi Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh yang merupakan RS kelas A, menjadi pusat rujukan di Aceh. Rumah sakit yang berkapasitas 514 tempat tidur itu memiliki sejumlah unit pelayanan kesehatan, seperti rawat jalan, rawat inap, gawat darurat, rawat intensif, radiologi, laboratorium, rehabilitasi medis dan lain- lain.
Zulfakar menyebutkan, sejak implementasi Pergub tersebut, pasien rawat jalan di rumah sakit Zainoel Abidin sudah mulai berkurang.
“Dulu lebih dari 18 ribu jiwa tiap bulannya, sekarang hanya sekitar 15 ribu jiwa,” terangnya.
Menurut pria yang akrab disapa Pak Zul ini, lahirnya Pergub tersebut semata-mata untuk memberikan kemudahan pelayanan dalam berobat, dengan pertimbangan geografis, jarak dan waktu tempuh.
Bayangkan, seandainya seluruh masyarakat dari kabupaten/kota di Aceh langsung berobat ke RSUDZA Banda Aceh. Padahal, setiap pasien memiliki tingkat keparahan penyakit yang berbeda-beda, mulai dari penyakit ringan seperti batuk, pilek, demam, hingga kondisi yang membutuhkan penanganan khusus seperti kondisi pasca operasi.
Jika tidak ada sistem rujukan berjenjang, urai Pak Zul, maka tenaga medis di rumah sakit Zainoel Abidin, dipastikan bakal kewalahan dalam menangani jumlah pasien yang membludak.
Antrian akan memanjang dan berdampak pula pada kurang maksimalnya pelayanan.
“Yang perlu diperkuat adalah sosialisasinya, ini harus intens dilakukan sebab masih banyak masyarakat kita yang belum terdata dalam file master kepesertaan JKRA,” ungkap suami dari Ners.Yusrawati S. Kep, ini.
Zulfakar SKM, MPH, sudah setahun lebih mengepalai Instalasi Asuransi Kesehatan RS Zainoel Abidin.
Tugas utama unit yang dipimpinnya adalah melakukan proses coding (pengodean data), entri data software INA-CBGs dan proses claim, semua bukti pelayanan pasien rawat inap dan rawat jalan ke BPJS kesehatan. Pihaknya juga memastikan semua dokumen pelayanan pasien dapat terclaim secara sistematis.
Berbekal pengalaman dan pelatihan yang pernah diikutinya, mantan siswa SMAN 1 Samalanga ini berharap ilmu yang diperoleh dapat bermanfaat bagi rakyat Aceh. “sebab, kerja adalah amanah, melakukan yang terbaik, jujur dan bertanggungjawab. Dengan sikap yang baik, maka Insya Allah kita akan menjadi orang-orang yang terbaik,” demikian prinsip hidupnya.
Sebelumnya, ayah dari M. Athaya Zafran, siswa SMA Modal Bangsa ini, mengemban amanah sebagai Kepala Seksi Pemeliharaan Fasilitas. Torehan karir birokratnya memang lebih dominan di jajaran manajemen RUSDZA Banda Aceh. Namun siapa sangka jika Pak Zul adalah mantan karyawan profesional. Ya….pria peramah ini pernah menjadi karyawan PT Semen Lafarge Lhoknga. Tsunami yang memungkasi karirnya di perusahaan semen milik Perancis itu, dan berakhir di kursi aparatur negara.(rid)