Atresia Ani, Kelainan Paling Sering Ditemukan pada Bayi
SETIAP bulannya, ada sekitar 10 sampai 20 kasus kelainan pada bayi yang lahir tanpa anus (atresia ani), yang ditangani di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh. Dokter spesialis bedah anak RSUDZA, dr. Dian Adi Syahputra Sp.BA menyampaikan, bayi yang lahir tanpa anus merupakan salah satu kelainan yang paling sering ditemukan pada bayi dilahirkan. Alhamdulillah, kasus tersebut saat ini sudah dapat ditangani dengan baik di RSUDZA. Karena selain didukung dengan dokter ahli yang ada, juga ditunjang dengan keberadaan alat medis canggih.
Dokter Dian menjelaskan, atresia ani adalah kelainan kongenital atau lebih dikenal dengan sebutan cacat bawaan sejak lahir. Kasus itu terjadi akibat kegagalan terbentuknya lubang anus. Sesuai rasio, pada 2000 sampai 5000 kelahiran, ditemukan satu bayi mengalami kelainan pada anatomi usus besar bagian pembuangan. Jadi, kata dokter Dian, yang bermasalah bukan hanya tidak ada lubang anus, tapi juga otot sekitar. Seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran, istilah atresiasi ani kini sudah berganti menjadi malformasi anorectal.
“Kalau dulu, orang banyak mengenal atresia ani, namun secara istilah sudah berganti menjadi malformasi anorectal,” terang dokter Dian.Menurutnya, kasus malformasi anorectal sulit didiagnosis sejak dini, saat bayi masih dalam kandungan, meski lewat pemeriksaan Antenatal Care (ANC) atau pemeriksaan kehamilan. Kelainan itu baru diketahui, pada saat dilakukan pemeriksaan fisik ketika bayi baru saja dilahirkan. Hal itu, sebagaimana prosedur normal, dokter atau bidan akan melakukan pemeriksaan, mulai dari kepala sampai arah kaki. Khususnya, bagian perut, alat-alat kelamin, lubang anus, dan tulang belakang.
Dalam waktu 24 jam pertama, kata dokter Dian, kalau mengikuti prosedur, maka kelainan malformasi anorectal sudah ketahuan. Bila dipastikan terdapat kelainan, maka dokter akan mengambil tindakan sesuai dengan jenis cacat lahir lain yang juga dialami.Sejauh ini, penyebab di balik kelainan sejak lahir tersebut belum diketahui secara pasti. Namun lebih dikatakan multifaktorial. Tidak bisa hanya mengatakan kesalahan dari makanan dikonsumsi ibu saat usia kehamilan, akan tetapi juga polusi udara atau kena penyakit pada saat ibu tersebut hamil. Namun lebih kepada banyak faktor.
“Justifikasi, lebih multi faktorial, sebenarnya kalau dalam literatur masih unclear (belum pasti), makanya dikatakan multi faktorial (lebih dari satu faktor),” terangnya. Kasus kelainan bawaan tanpa lubang anus tersebut, tidak berdiri sendiri, lebih kurang 40 sampai 50 persen bayi dengan malformasi anorectal disertai dengan kelainan bawaan yang lain. Dimana sekitar 40 persen kelainan berada di saluran sistem perkemihan atau sistem genitourinaria, 30 persen di kardiovaskular dan 20 persen di gastrointestinal atau saluran pencernaan, serta di daerah anggota gerak.
Saat ditemukan ada bayi lahir dengan malformasi anorectal, dokter tentunya akan segera mengambil tindakan. Ada beberapa hal harus diperhatikan, seperti bayi harus dipuasakan. Tidak boleh diberikan Air Susu Ibu (ASI), kemudian akan dipasangi infus. Pada dasarnya, atresia ani terbagi dua jenis, pertama atresia ani letak tinggi dan kedua atresia ani letak rendah. Pada bayi dengan letak tinggi, maka akan dilakukan tindakan operasi tiga tahap, tahap pertama adalah pembuatan saluran pembuangan sementara di bagian dinding perut sebelah kiri atau dalam istilah kedokteran disebut dengan kolostomi.
Kemudian, empat sampai delapan minggu setelah operasi pertama, baru dilakukan pembuatan lubang anus atau atau Posterior Sagittal Anorectoplasty (PSARP).Setelah prosedur itu dilakukan, tahapan berikutnya adalah pelebaran anus atau businasi. Kalau lubang anus sudah sesuai usia, misalnya bayi sudah berusia dua bulan, maka lubang anus harus sesuai nomor 12. Nanti, pada saat usia 4 bulan harus sesuai nomor 13.
Setelah lubang anus sesuai ukuran diharapkan, maka akan dilakukan penutupan kolostomi, sehingga pasien dapat buang air besar lewat lubang anus buatan. Sementara bagi bayi dengan malformasi anorectal letak rendah, proses operasi dilakukan dalam satu tahap. Langsung dibuatkan lubang anus. Tindakan sangat tergantung dari tipe dan penentuan tahapan operasi dilakukan setelah usia pasien 24 jam. Terkait jumlah pasien, kata dokter Dian, rata – rata yang ditangani dalam satu bulan lebih kurang sekitar 10 sampai 20 pasien. Baik itu tipe tinggi maupun tipe rendah.
Lebih lanjut disampaikan bahwa fokus penanganan terhadap bayi tanpa anus adalah agar bisa buang air besar dengan baik. Meski begitu, yang namanya buatan tentu tidak dapat disamakan dengan yang asli atau tak akan sempurna 100 persen. Kemudian bagi bayi yang sudah dibuat lubang anus, fungsi anorektal baru bisa dinilai pada saat bayi sudah berusia 3-4 tahun. Dimana pada usia itu, anak sudah mulai sadar untuk buang air besar sendiri, sehingga baru dapat dinilai apakah bisa mencapai maksimal atau tidak sama sekali.(sl)