Bukan Lagi Karena Faktor Ekonomi
DULU ada fenomena bahwa anak-anak yang lahir cacat ini berasal dari keluarga yang kurang mampu. Atau karena faktor ekonomi orang tunya. Akan tetapi, kini orang yang berpendidikan tinggi dan tinggal di kota atau dekat dengan fasilitas publik, juga punya anak yang menderita kelainan seperti itu. Jika mengacu pada literatur, kata Teuku Yusriadi, angka kongenital seperti hirschsprung (megakolon kongenital) 1 banding 5.000. Artinya, dari 5.000 anak yang lahir, satu menderita kelainan.
Namun di Aceh, dalam satu minggu ada 2 sampai 3 pasien penderita hirschsprung. Kolaborasi semua bagian Jika dilakukan tindakan operasi, akan terjadi kolaborasi integratif antara bagian anak, bedah anak, anastesi, perawat di ruangan, dan lainnya. Jika era tahun 80-an keberhasilannya sekira 70-80 persen, maka kini bahkan lebih dari 95 persen. Kondisi ini berkat tunjangan segala fasilitas, termasuk karena RSUDZA punya ahli anestesi khusus anak. “RSUDZA punya fasilitas rumah sakit yang jauh lebih lengkap daripada di luar,” tandas alumnus Universitas Gajah Mada ini.
Yusriadi menyontohkan alat stapler untuk penyambungan usus. Di sejumlah rumah sakit, kalaupun ada harus antre jauh-jauh hari untuk bisa memakainya. Harus dipesan dua minggu sebelumnya atau lebih. “Di RSUDZA, tengah malam dibutuhkan pun ada. Ini saya rasa hikmah dari pelayanan BPJS dan JKA Plus yang dilaksanakan di Aceh,” tandasnya.(sk)