Jihad dengan Kerja

BAGI sebagian orang, rutinitas kerja kerap membuat penat, jenuh, dan membosankan. Namun, tidak demikian bagi dr Ira Maya M.Kes. Sebagai Kepala Bagian (Kabag) Bina Program dan Pemasaran RSUDZA, Bu Maya—begitu dia biasa disapa—harus bekerja ekstra, bahkan pada hari-hari libur. Menjalankan rutinitas ini tidak membuatnya bosan. Sebagai seorang muslim, Bu Maya menilai kerja itu sebagai salah satu bentuk jihad fisabilillah. “Saya kepingin, kalau orang mungkin punya waktu lebih banyak mengaji, sedangkan saya upayakan kerja ini menjadi jihad saya,” tutur dr. Ira Maya, M.Kes saat berbincang-bincang dengan kru Tabloid RSUDZA Lam Haba di kantornya, pekan lalu.

Menjadi Kabag Bina Program dan Pemasaran, kesibukan Bu Maya memang luar biasa. “Saya baru pulang dari Bappeda ni,” katanya.

Seperti juga SKPA lainnya di lingkungan Pemerintah Aceh, program kerja tahun 2020 saat ini sedang dibahas, sesuai dengan renstra dan RPJM Aceh. Bappeda berperan sebagai perencana, pengkoordinasi, dan sekaligus sebagai pengendali pelaksanaan pembangunan.

Jika diibaratkan kapal yang sedang berlayar, kerja Bu Maya bagaikan penunjuk arah. Seperti halnya kompas, ikut menentukan ke mana arah kapal berlabuh. “Kalau ibarat kapal itu, kamilah yang mengatakan ke kiri dan ke kanan. Tentunya bukan kami sendiri, tapi bersama-sama, yang sudah ditentukan melalui rapat kerja. Pada akhirnya semua ini tertuang dalam program kerja masing-masing. Renstra kami tentu harus sesuai dengan renstra pemerintah,” tandas perempuan yang bersuamikan Dokter Spesialis Anestesi ini.

Sebagai Kabag Bina Program, Bu Maya membawahi sub Informasi Komunikasi, Sub Perencanaan dan Anggaran, dan sub Evaluasi dan Pelaporan. Ada 18 orang staf yang bekerja bersamanya. Bu Maya menilai bahwa setiap orang punya peran yang ikut menentukan kinerja rumah sakit, mulai dari pimpinan hingga ke unit paling kecil. “Semua berperan dan penting, termasuk bagian cleaning service sekalipun,” katanya.

Sebagai pimpinan di bidang perencanaan, Bu Maya bertanggung jawab supaya program berjalan, tentu dengan mem-plot anggaran yang sesuai dengan kebutuhan. “Di bagian perencanaan itu merencanakan program apa, sampai dengan uangnya berapa, supaya program bisa berjalan,” tandasnya.

Setiap tahun program juga direview untuk melihat tingkat keberhasilan dan menyusun rencana tindak lanjut. Unit-unit kerja harus terkonsentrasi agar bisa selaras dengan rencana dan strategi.

Dikatakan, arah sebuah instansi seperti rumah sakit ada di bagian program.

Anggaran dan program kerja tidak bisa dipisahkan.

“Jangan sampai kami arahnya ke kiri, unit-unit arahnya ke kanan. Kami ini membantu Pak Direktur, Ibu Wadir, untuk mencapai tujuan rumah sakit,” katanya.

Dilahirkan pada 29 April 1979, Ira Maya menyelesaikan program pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala tahun 2005.

Sadar ilmunya masih banyak kekurangan, dia melanjutkan ke fakultas kedokteran Universitas Airlanggga, Surabaya. Gelar Master Kesehatan diraihnya pada tahun 2015.

Bekerja di bagian Bina Program sejak dilantik pada Oktober 2018, meskipun sebelumnya Bu Maya sudah di-Plt-kan pada jabatan tersebut, yakni Mei 2018.

Saat ditanya apa yang diharapkan dengan rumah sakit milik pemerintah Aceh itu, Bu Maya berharap kualitasnya terus membaik.

Ikut bangun rumah sakit Bu Maya merupakan satu di antara sejumlah orang yang terlibat membantu konstruksi pembangunan New RSUDZA.

Pembangunan rumah sakit memang tak sekadar butuh tenaga yang paham konstruksi sebuah bangunan, melainkan juga butuh ilmu kesehatan.

“Untuk membangun sebuah rumah sakit tidak hanya membutuhkan ilmu konstruksi, tetapi juga butuh ilmu medis dan sense seorang dokter. Rumah sakit berbeda dengan bangunan biasa. Sebuah stop kontak yang ditempatkan di sudut sebuah ruangan, maka tidak bisa dipindah seperti halnya di bangunan lain.

Karena di situ menunjukkan ampere, alur pelayanan, dan sebagainya,” ungkap Bu Maya. Bersama beberapa personel lain dia ikut mengawasi pembangunan rumah sakit bantuan Jerman ini.

“Saya kepingin rumah sakit ini layak. Layak dalam hal, ketika suatu saat saya bukan siapa-siapa, mereka tidak tahu siapa saya, tapi saya terlayani dengan baik.

Dengan sistem yang sedang kami bangun ini, layak dikunjungi , seperti halnya di-Penanglah,” katanya.(*)