RSUDZA Canangkan Pelayanan Hemodialisa Single Use

RUMAH Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh melakukan pencanangan pelayanan Hemodialisa ‘Single Use’, di komplek Rumah Sakit lama RSUDZA, pada Senin, 20 Mei 2019.

Pencanangan dilakukan langsung oleh Direktur RSUDZA, Dr. dr. Azharuddin, Sp.OT K-Spine FICS.

Turut dihadiri para wakil direktur RSUDZA, kepala bidang dan kepala instalasi hemodialisis serta para pegawai.

Direktur RSUDZA menyampaikan pencanangan pelayanan Hemodialisa ‘Single Use’ bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien. Karena apapun yang ingin dicapai dalam sebuah pelayanan, baik di unit lain maupun di hemodialisis, maka harmonisasi antara seluruh sistem adalah syarat mutlak.

“Jadi tidak ada misalnya, untuk menjadi baik ada enam langkah harus dilewati, tapi ada satu atau dua langkah tidak diikuti dengan baik.

Maka hasil akhirnya pasti tidak baik,” kata mantan Wakil Direktur RSUDZA Bidang Pelayanan ini.

Menurutnya, selama sudah dilakukan identifikasi terhadap persoalan apa saja yang timbul kala masih menggunakan sistem re-use, dengan adanya sistem baru yaitu single use maka pelayanan akan semakin optimal.

Kalau sebelumnya terdapat kelemahan, maka dengan adanya sistem baru dengan penggunaan alat medis single use, pelayanan kepada pasien diharapkan menjadi lebih baik lagi.

Dirinya mengingatkan, jangan sampai terjadi justru dari sisi alat AMHP dan BMHP bagus tetapi pada sistem misalnya edukasi diberikan tidak dipahami oleh pasien. Kalau demikian, maka sekali lagi hasil akhirnya pasti tidak bagus. Karena apa? Edukasi merupakan salah satu bagian terpenting untuk memberikan pemahaman kepada pasien dan keluarga.

Sekarang, dimana posisi RSUDZA kalau mengacu dengan rumah sakit besar tipe A lainnya yang sudah mengembangkan unit – unit pelayanan, misalnya hemodialisis.

Tentunya tidak berbeda jauh, apalagi di era BPJS-JKN maka rumah sakit kebanggaan masyarakat Aceh harus survival di dalam kendali mutu, kendali biaya dan patient safety, termasuk safety bagi petugas di rumah sakit.

Lebih lanjut dr. Azharuddin menyampaikan pentingnya unit-unit pelayanan terutama instalasi hemodialisa, mulai dari dokter, para medis dan manajemen terkait mulai dari wadir dan kabid harus melihat suplaching, bagaimana membuat lebih bagus lagi.

“Mari kita lihat lagi, sudah belasan tahun menggunakan sistem re use. Ternyata sangat banyak pasien mengapresiasi terhadap layanan yang diberikan RSUDZA,” ungkapnya.

Tentunya dengan proyek perubahan, dengan hadirnya single use, manajemen ingin memberikan yang terbaik bagi pasien, sehingga hasil diterima pasien menjadi lebih baik. Pengalaman belasan tahun dengan layanan re use, kalau ada kekurangan maka coba diperbaiki dengan single use.

Jangan ada misalnya, seperti tambal sulam, ditambal di sini bolong di sana, kemudian ada hal yang tidak optimal.

“Kalau kita lihat, memang tidak mungkin lakukan perbaikan langsung 100 persen, ibarat melihat ke dalam gelas, ada yang bilang itu gelas kosong, namun kita memaknainya bahwa gelas sedang diisi, namun belum penuh. Tetapi kita tidak memberi nama itu gelas kosong, atau seperti ada program yang tidak realistis dijalankan, tapi yang diinginkan adalah semua elemen di rumah sakit sama- sama sepakat untuk memperbaiki kualitas layanan dan patient safety, termasuk kendali biaya,” kata dr Azharuddin.

Untuk itulah, dirinya mengajak untuk melakukan perbaikan terhadap persoalan berbagai persoalan yang dianggap masih perlu diperbaiki. Apakah di unit atau di instalasi sesuai dengan peran masing – masing.

“Ketika kita tahu semua dari suplaching, kita bisa kendalikan.

Tidak sebatas membuat kualitas layanan semakin baik dan alat digunakan bagus saja kalau kepatuhan pasien tidak mengikuti seperti apa yang ditetapkan, hasil akhir juga menjadi tidak baik,” terangnya.

Keberadaan Instalasi Hemodialisis memang agak unik, kata dr Azharuddin, karena umumnya hampir sepanjang hidup pasien sangat tergantung dengan kehadirannya.

Maka itulah, kooperatif dan kerja sama sangat berperan penting. Karena bisa jadi, ada hal yang disampaikan tidak bisa bagus di satu pihak tanpa adanya kerja sama. Misalnya manajemen mau melakukan sesuatu program di instalasi atau oleh dokter maupun paramedis, jadi dengan adanya edukasi maka pasien menjadi paham.

Katakanlah dari perjalanan – perjalanan dari satu sistem pelayanan yang selama ini diberikan RSUDZA. Baik menggunakan hemodialisis (HD) atau cuci darah atau Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), dari sistem yang dipilih pasti ada unggulan masing – masing.

“Hemodialisis ini, baik dari sisi pelayanan akreditasi, semuanya menjadi yang mayor atau yang agak dilihat terus menerus terhadap apa yang dilakukan,” terang dr Azharuddin.

Disamping itu, RSUDZA juga melakukan brand marking, membandingkan dengan rumah sakit yang sama besar misalnya atau lebih kurang punya jumlah mesin sama dan sumber daya manusia (SDM). Sistem digunakan juga membandingkan dengan tempat lain.

Pertanyaannya untuk apa? Karena manajemen memang harus mengikuti setiap perkembangan – perkembangan yang ada, termasuk soal inovasi di suatu rumah sakit bisa diadopsi atau ditiru.

Lewat proyek perubahan, RSUDZA kini bisa bicara soal angka – angka ke pasien. Ada pertemuan rutin dengan keluarga pasien, terserah nanti apakah bisa melalui tim Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) untuk bisa memberikan edukasi. Akreditasi pun sangat menyukai dengan angka – angka.

Apakah itu angka komplain, atau kedisiplinan dari kepatuhan, baik itu before and after.

Sangat tidak mungkin misalnya dalam sekejap dengan simsalabim dari sekian persen kepatuhan menjadi 100 persen. Tidak mungkin ekspektasinya begitu, tapi perubahan ke arah sana yang akan dilakukan. Maka itulah perlu adanya usaha secara bersama-sama.

Bahkan seorang pasien kalau tidak disampaikan secara utuh, maka dia tidak akan tahu bahwa pada titik tertentu sangat penting, sangat krusial. Dokter tidak bisa memberikan yang terbaik apabila kerja sama dengan pasien tidak didapat.

“Jadi harmoni dalam satu pelayanan sangat ditentukan. Itulah yang menjadi harapan manajemen.

Pastinya, dr. Abdullah selaku kepala instalasi dan tim sudah melakukan yang terbaik. Sekarang, mari terus dibicarakan hal apa saja yang harus disupport oleh manajemen,” terangnya. (msn)