Membangun Kesadaran Perawat

(Nursing Awarenes) Tentang Patient Safety
Oleh: Ns.Devi Yanti, S.Kep

MENGINGAT masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang penting dalam sebuah rumah sakit, maka diperlukan standar keselamatan pasien rumah sakit yang dapat digunakan sebagai acuan bagi seluruh rumah sakit di Indonesia.

Standar keselamatan pasien rumah sakit yang saat ini digunakan mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Join Commision on Accreditation of Health Organization yang bermarkas di Illinois pada tahun 2002. Ketentuan itu kemudian disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia.

Penilaian keselamatan yang dipakai Indonesia saat ini dilakukan dengan menggunakan instrumen Akreditasi Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh KARS. Departemen Kesehatan RI telah menerbitkan Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) edisi kedua pada tahun 2008 yang terdiri dari dari 7 standar, yakni:

  1. Hak pasien
  2. Mendididik pasien dan keluarga
  3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
  4. Penggunaan metoda metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
  5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
  6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
  7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Untuk mencapai ke tujuh standar di atas, Panduan Nasional tersebut menganjurkan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit” yang terdiri dari:

  1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
  2. Pimpin dan dukung staf
  3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko
  4. Kembangkan sistem pelaporan
  5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
  6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
  7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.

Sebagaimana kita ketahui, perawat sebagai anggota inti tenaga kesehatan yang jumlahnya terbesar di rumah sakit (sebesar 40 – 60%) dan dimana pelayanan keperawatan yang diberikan, merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, memiliki peran kunci dalam mewujudkan keselamatan pasien.

Nursing is the protection, promotion, and optimization of health and abilities, prevention of illness and injury, alleviation of suffering through diagnosis and treatment of human response, and advocacy in the care of individuals, families, communities, and populations (ANA, 2003).

Berangkat dari definisi inilah, peran-peran perawat dalam mewujudkan patient safety di rumah sakit dapat dirumuskan. Antara lain sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat harus mematuhi standar pelayanan dan SOP yang telah ditetapkan. Menerapkan prinsip-prinsip etik dalam pemberian pelayanan keperawatan. Memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga, tentang asuhan yang diberikan. Menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal dalam pemberian pelayanan kesehatan. Menerapkan komunikasi yang baik terhadap pasien dan keluarganya. Peka, proaktif dan melakukan penyelesaian masalah terhadap kejadian tidak diharapkan. Serta mendokumentasikan dengan benar semua asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan keluarga.

Perawat bertanggung jawab dalam:

  • Memberikan informasi pada pasien dan keluarga tentang kemungkinan-kemungkinan resiko
  • Melaporkan kejadian-kejadian tak diharapkan (KTD) kepada yang berwenang
  • Berperan Aktif dalam melakukan pengkajian terhadap keamanan dan kualitas/mutu pelayanan
  • Meningkatkan komunikasi dengan pasien dan tenaga kesehatan professional lainnya
  • Mengusulkan peningkatan kemampuan staf yang cukup
  • Membantu pengukuran terhadap peningkatan patient safety
  • Meningkatkan standar baku untuk program pengendalian infeksi (infection control)
  • Mengusulkan SOP dan protocol pengobatan yang dapat memimalisasi kejadian error
  • Berhubungan dengan badan-badan profesional yang mewakili para dokter ahli farmasi dan lain-lain
  • Meningkatkan perhatian terhadap cara pengemasan dan pelabelan obat
  • Berkolaborasi dengan sistem pelaporan nasional untuk mencatat, menganalisa dan mempelajari kejadian-kejadian tak diharapkan (KTD)
  • Mengembangkan mekanisme peningkatan kesadaran, sebagai contoh untuk pelaksanaan akreditasi
  • Karakteristik dari pemberi pelayanan kesehatan menjadi tolok ukur terhadap excellence dalam patient safety WHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tanggal 2 Mei 2007 resmi menerbitkan “Nine Life Saving Patient Safety Solutions” (“Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit”).

Panduan ini mulai disusun sejak tahun 2005 oleh pakar keselamatan pasien dan lebih 100 negara, dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien.

Sementara Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi “LifeSaving” Keselamatan Pasien Rumah Sakit, atau 9 solusi langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi RS masing-masing.

Adapun sembilan solusi tersebut adalah :

1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication Names).

Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM),yang membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication error). Ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia.

Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik serta kemasan.

Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.

2. Pastikan Identifikasi Pasien.

Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dsb.

Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini; standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.

3. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien.

Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/pengoperan pasien antara unit-unit pelayanan, dan di dalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien.

Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien, termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima,dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.

4. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.

Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar.

Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahankesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi.

Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur ‘Time out” sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.

5. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).

Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki profil risiko.