Direktur RSUDZA: Alhamdulillah, Semakin Sehat

DIREKTUR RSUDZA dr Fach rul Jamal SpAn KIC mengaku dirinya sangat senang setelah melihat langsung kondisi kese hatan Handayani (41), Senin (22/5) lalu, pasien cangkok (tran splantasi) ginjal asal Kota Langsa. “Alhamdulillah, setelah 10 hari di rumah, kita ceks kondisinya sangat baik. Saking senangnya, dia katanya sudah bisa berlari-lari dan melompat. Mudah-mudahan kondisinya akan terus membaik,” kata Direktur RSUDZA itu kepada kru RSUDZA LAM HABA yang menemuinya seusai shalat Zuhur di RSUDZA, Senin lalu.

Supaya kondisinya mengalami perbaikan setiap hari, kata Fachrul Jamal, Handayani harus rutin mengonsumsi obat untuk melawan reaksi penolakan organ yang dicangkok itu, meskipun dengan kadar obat yang diberikan terus menurun.

Saat ini, banyak pasien yang antre membutuhkan transplantasi ginjal. Jumlah pasien cuci darah di rumah sakit ini mencapai 50-60 orang per hari.

Saat ini pun, kata Fakchrul Jamal, tim medis RSUDZA sedang menyiapkan dua calon yang juga membutuhkan cangkok ginjal. Persiapan demi persiapan terus dilakukan sampai pendonor dan pasiennya dianggap siap. “Saat ini sedang kita cocokkan genetiknya. Mudah-mudahan juga bisa dilakukan dengan sukses,” timpal ahli anestesi ini.

Handayani merupakan pa sien kedua yang sukses dicangkok ginjalnya. Setelah dirawat intensif 11 hari di Ruang Zamzam, Paviliun Geurutee lan tai II, dia dibolehkan pulang ke rumah oleh tim dokter yang menanganinya, Jumat (12/5).

Handriyani yang mengalami gagal ginjal mendapat donor dari adik kandungnya, Liliyani (34). Keduanya berprofesi perawat. Kedua perempuan itu, lanjut Fachrul, telah menjalani proses screening untuk menguji kecocokan organ, sebulan sebelum dioperasi pada 1 Mei 2017.

“Alhamdulillah, Handaya ni merupakan pasien kedua untuk transplantasi ginjal yang ditangani RSUDZA. Fungsi ginjalnya saat ini cukup baik, sehingga kami membolehkannya pulang hari ini (12/5),” ujar Fachrul Jamal kala itu, Jumat (12/5).

Meskipun kesehatan Handriyani sudah membaik, untuk sementara dia dianjurkan menetap di rumah saudaranya di Banda Aceh, guna memudahkan dokter melakukan pengecekan berkala.

Fachrul menambahkan, Handriyani sejak setahun terakhir menjalani cuci darah rutin karena mengalami gagal ginjal.

Dengan keberhasilan cangkok ginjal ini, pasien tersebut tidak perlu lagi cuci darah. “Pasien harus jaga makanan dan harus diisolasi selama beberapa bulan, karena kami memberikan obat antipenolakan untuk menekan reaksi berlebihan dalam tubuh, sekaligus menekan daya tahan tubuhnya,” jelas dia.

Menurut Fachrul, donor ginjal antara keluarga seperti Handriyani dan adik perempuannya sangat baik. Bahkan pada beberapa kasus di luar Aceh, donor ginjal bisa dilakukan antara suami dan istri.

“Ketika tidak ada penolakan dalam tubuh yang dibuktikan lewat screening, maka suami istri pun bisa donor ginjal. Namun, kami tetap menganjurkan donor itu antarkeluarga kandung,” katanya.

Berbekal dua pengalaman transplantasi ginjal, lanjut dia, RSUDZA siap memberikan pelayanan terbaik kepada pasien yang ingin operasi di RS tersebut. “Pasien gagal ginjal kini memiliki harapan baru untuk tidak bergantung lagi pada cuci darah. Tim dokter siap memberikan yang terbaik,” tukasnya.

Terkait pasien cangkok ginjal perdana RSUZA atas nama Yanes Revelita (47) yang sukses dioperasi pada 1 Agustus 2016, Direktur RSUZA mengungkapkan bahwa yang bersangkutan telah meninggal dunia. Setelah beberapa bulan dipulangkan pascaoperasi, kondisi Yanes mengalami perburukan dan akhirnya meninggal.

“Hasil evaluasi tim dokter, penyebabnya adalah infeksi berat yang menyerang paru-paru, saluran cerna, hingga kulit pasien,” katanya. Infeksi tersebut, lanjut Fachrul, terjadi karena pasien tidak diisolasi secara baik selama beberapa bulan pascaoperasi. Isolasi (karantina) itu harus menjamin makanan yang bergizi bagi pasien serta menghindari kontak langsung dengan lingkungan di sekitarnya.

Menurut Fachrul Jamal, bila tidak diisolasi dengan baik, ada tiga masalah besar yang bisa dialami pasien cangkok ginjal pascaoperasi yaitu gagal sambungan organ, terjadi reaksi penolakan dalam tubuh, dan munculnya infeksi berat. “Faktor infeksi berat dialami pasien pertama. Kami sudah berusaha melakukan yang terbaik, tapi umur Allah yang tentukan,” ucapnya. Itu sebabnya, untuk pasien yang kedua ini, tim medis RUSDZA akan melakukan isolasi pasien dan tidak membolehkannya pulang beberapa bulan ke kampung halamannya di Kota Langsa. “Ini hanya untuk memudahkan pengawasan oleh tim medis,” kata Fachrul Jamal.(sk)