Begini Penanganan Pasien di Kamar Operasi

CASE Manager Instalasi Bedah Sentral RSUDZA NS. Asnawi, S.Kep, mengatakan, khusus di kamar bedah, ada satu aturan yang sifatnya radikal. Aturan ini bukan hanya ditujukan kepada orang yang tidak berkepentingan dengan kamar bedah. Dokter sendiri juga harus mengikuti aturan itu. Jika sang dokter tidak punya jadwal hari tersebut, maka tidak dibenarkan masuk ke ruang bedah. “Kecuali ada kepentingan lain dan itu diketahui oleh kepala kamar bedah atau manajer kamar bedah,” tandas Asnawi dalam sebuah wawancara dengan kru RSUDZA Lam Haba, pekan lalu.

Pada prinsipnya, kata Asnawi, pasien yang datang ke kamar operasi sudah pasrah segala-galanya. Menanggalkan pakaian, perhiasan yang dipakai, bahkan gigi palsunya. Begitulah SOP kamar bedah.

“Apalagi untuk pekerja-pekerja yang non-medik seperti tenaga administrasi dan cleaning service, mereka juga harus mengikuti aturan yang ketat. Tidak dibenarkan melakukan pelayanan kepada pasien, jika pun diminta oleh petugas. Mereka tidak dibenarkan menyentuh pasien,” kata Asnawi.

Nah, kalau misalnya ada pelanggaran SOP seperti petugas cleaning service yang menyentuh pasien, kata Asnawi, tentu harus berhadapan dengan sejumlah konsekuensi hukum. SOP di kamar bedah ini sudah dipahami oleh seluruh jajaran, karena memang jauh sebelum orang bekerja di unit tersebut sudah disosialisasikan “Jika melakukan tindakan yang tidak sesuai aturan, maka konsekuensi kepada yang bersangkutan.

Tidak mungkin seorang pengendara sepedamotor yang tidak mengenakan helm, malah polisi yang justru disalahkan,” kata dia.

Jauh sebelum pasien dibaringkan di meja operasi, pihaknya sudah menyiapkan check list medical safety patient. Ini merupakan list identifikasi pasien. Sesuai dengan gelang yang dipasangkan ke lengan pasien dan status nama pasien pada buku rawatan.

“Baru kita masukkan sesuai dengan diagnosa. Siapa yang melakukan operasi, sakit apa.

Sudah kita siapkan itu. Kita sesuaikan semua. Setelah itu baru boleh masuk,” tandasnya.

Ada beberapa tahapan dalam tindakan di kamar bedah. Ada yang namanya signin, yakni menanyakan kepada pasien apakah namanya sudah benar, sakitnya apa.

Yang menanyakan adalah dokter dan petugas. Tentu kalau pasien tersebut sadar. Setelah itu, menurut Asnawi, juga akan diberitahukan dampak pembiusan.

Setelah signin, ada tahap time out. Ini adalah tahapan dimana petugas kamar bedah mengindentifikasi pasien, mulai dari nama pasien, jenis kelamin, umur, nomor medical record. Itu disebutkan dan disaksikan oleh tim yang akan melakukan operasi.

Tahapan terakhir adalah signout, yaitu mengidentifikasi apakah ada yang tertinggal jumlah kasa yang dipakai. Jadi, pada saat selesai dihitung kembali, berdasarkan checklist di atas.

Asnawi menjelaskan, secara umum di kamar bedah ada kamera perekam, sekuriti, lalu ada perawat yang berjaga-jaga. Dan tidak dibenarkan perawat meninggalkan pasien satu menit pun dalam keadaan terbius atau tidak terbius di kamar bedah. Apalagi pasien tidak punya akses untuk berkomunikasi dengan keluarga, sehingga pendampingan oleh perawat menjadi keharusan.

“Ketika masuk ke dalam kamar bedah, tertutup informasinya dengan keluarga. Yang menyampaikan informasi ke keluarga adalah perawat sesuai dengan keluhan pasien,” katanya.

Dalam setiap kasus bedah ada sejumlah tim medis yang terlibat, mulai dari dokter, dokter bedah, dokter anestesi, perawat bedah, dan perawat anestesi. Jadi, ada empat elemen yang terlibat di kamar bedah.

Jumlah anggota tim bisa berbeda-beda. Yang pasti, untuk operasi yang biasa, keempat elemen harus ada. Sedangkan untuk operasi jantung, ditambah lagi tim, antara lain dokter ahli minimal dua orang disamping dokter bedah. Ada perawat kamar bedah, lengkap dengan segala instrumennya. Lalu, ada perawat anestesi dan perawat sirkuler. Perawat sirkuler adalah perawat yang bisa memenuhi segala kebutuhan yang tidak steril menjadi yang steril. Ada perawat perkusi dan tim dokternya.

Ada lagi perawat haemodinamik, yang memantau kondisi umum pasien. Ada pula tim radiografer. Yang terakhir adalah tim intervensi, khusus untuk intervensi bedah jantung.

Selain itu, tentu tidak terlepas juga dengan yang namanya pekarya, seperti house keeping dan cleaning service. Mereka yang melakukan pembersihan area kamar operasi setelah selesai operasi, misalnya lantai dan meja operasi yang berdarah. Nah, pembersihan itu baru boleh dilakukan setelah pasien dikeluarkan. Mereka tidak boleh bekerja pada saat pelayanan sedang dilakukan. “Bukan hanya bekerja, berada di sana saja tidak boleh, untuk yang non-medis,” katanya.

Sebagai rumah sakit rujukan utama dan melayani masyarakat Aceh, RSUDZA mengimplementasikan nilainilai syariat dalam setiap pelayanannya. Penanganan pasien tertentu dilakukan sesuai dengan jenis kelamin. Untuk pasien perempuan, dilakukan oleh tim perempuan. Setiap theater sudah disiapkan tim laki-laki dan perempuan. Jadi, pasien diperlakukan secara aman dan nyaman. Begitu masuk ke ruang bedah, pasien sudah dipasangkan jilbab yang besar, yang menutupi dari kepala sampai di bawah dada dan perut. Kemudian juga dipakaikan pakaian yang menutup sampai ke mata kaki. Pasien merasa akan cukup aman sampai operasi selesai.

Namun, dalam kasus emergensi, tidak bisa dipastikan kesesuaian pelayanan dengan jenis kelamin. Siapa saja tim medis yang standby, merekalah yang akan menangani pasien emergensi, tanpa batas waktu.

Mengingat tingginya utility kamar operasi, ada dua sistem operasi, yakni operasi elektif dan operasi emergensi . Perencanaan operasi pasien lengkap dengan tanggal dan waktu. Untuk operasi elektif, pihaknya seharusnya bekerja sampai pukul 17.00 Wib, tapi selama ini sampai tengah malam. Sedangkan operasi emergensi berlaku 24 jam.

“Ada oknum-oknum yang memanfaatkan kesempatan. Oleh karenanya, untuk safety di kamar operasi, kita tidak mainmain mengamankan secara radikal.” Saat ini, untuk operasi elektif berkisar 45-60 pasien per hari. Sedangkan untuk kasus emergensi bisa mencapai 10-15 pasien per hari. Dengan kapasitas yang dimiliki RSUDZA 9 theater, untuk menampung 60 pasien, di luar kapasitas rata-rata. Begitupun, kata Asnawi, pihaknya bersyukur , karena ada upaya membangun 4 unit theater. Dengan demikian akan cukup memenuhi setiap sub divisi bedah, mulai dari bedah kebidanan sampai dengan bedah mulut. Dengan pembangunan empat unit ruang operasi ini, akan bisa mengakomodir semua divisi.

Saat ini masih bergabung satu sama lain.

Saat ini waiting list kamar operasi mencapai tiga bulanan. Dengan pembangunan empat theater lagi, insya Allah akan bisa mengakomodir semua keluhan masyarakat terkait dengan pembedahan.

Fasilitas yang dimiliki RSUDZA saat ini juga sudah cukup canggih, yang didukung dengan tenaga kerja yang mumpuni.

Diakui Asnawi, kasus pelecehan yang mencuat tersebut merupakaan naas bagi rumah sakit ini dan seluruh jajarannya. Padahal pihaknya sudah menjalankan SOP sebagaimana yang seharusnya, seperti juga dilakukan rumah sakit berkompeten lainnya di republik ini. Di setiap rumah sakit atau lembaga apa pun lainnya, kata Asnawi, ada saja oknum yang memanfaatkan kesempatan untuk kepentingan dirinya dan merugikan pihak lain. Namun demikian, pihaknya kini menyerahkan permasalahan tersebut kepada aparat penegak hukum. (sk)