Pasien Rumah Singgah Makin Mudah

SMARTPHONE pria berkacamata itu terus berdering. Ia berbicara sekejap dan kemudian kembali fokus berbicara. Dia sedanwg menemani dua pasien yang selesai berobat di pintu keluar RSUDZA Banda Aceh.

Seorang ibu muda yang menggendong anaknya yang berobat karena penyakit kulit. Sedangkan satu pasien lagi duduk di kursi roda yang ditemani orang tuanya. Ia bersikap ramah mengurus pasien yang sudah selesai berobat.

Pria tersebut relawan rumah singgah Rumah Kita di Ulee Kareng, Banda Aceh, Yaisar Dinarto. Tak lama kemudian sebuah mobil berwarna merah datang dekat dirinya. Ternyata ia tadi juga menelepon transportasi online Grab untuk membawa pulang dua pasien tersebut.

Kemudian dia memberi kode tangan kepada sopir Grab untuk mencari parkir.

Yaisar Dinarto dengan cepat berusaha menaikkan wanita di kursi roda yang sedang lumpuh. Awalnya dia berusaha untuk memasukkan remaja putri yang dibantu ibunya melalui pintu belakang sebelah kanan.

Setelah berusaha dan ternyata cukup sulit hingga membatalkannya. Terlihat Yaisar Dinarto berbicara kepada sopir bahwa dirinya akan menaikkan pasien dari pintu kiri belakang.

Upayanya kali ini tanpa halangan apapun dan dengan mudah bisa menaikkan pasien remaja putri tersebut ke mobil.

Kemudian kursi roda tak dinaikkan ke dalam mobil..

Tapi justru Yaisar Dinarto melipat kursi roda dan berencana membawa pulang dengan sepeda motornya. Dirinya pulang dengan membawa ibu muda yang berobat tersebut.

Dalam pertemuan itu, Yaisar Dinarto bercerita tentang rumah singgah Rumah Kita di Ulee Kareng, Banda Aceh. Sebenarnya memang khusus menampung anak-anak rujukan dari daerah.

Karena yang datang dari daerah tidak ada tempat tinggal di Banda Aceh. Tapi tak semua pasien diterima di rumah singgah. Pihaknya menampung pasien beragam penyakit, kecuali menular dan infeksi yang tidak ditampung. Karena itu butuh isolasi khusus dan segala macam.

“Kami membatasi untuk pasien penyakit tidak menular dan noninfeksi. Karena kan itu (pasien penyakit menular dan noninfeksi) butuh penanganan khusus, di rumah sakit saja pasti penanganannya pasti lebih khusus kan,” ujarnya.

Jadi pihaknya, lanjut Yaisar Dinarto, tidak bisa menampungn pasien menular dan infeksi.

Sejauh ini tidak menular dan bukan infeksi yang diterima secara gratis di rumah singgah tersebut.

Pasien kadang dilayani berhari-hari di rumah singgah. Mereka berasal dari berbagai kabupaten/kota, seperti ibu dan anaknya dari Aceh Utara. “Kalau ibu yang tadi naik mobil, itu kasus khusus diminta tolong karena lumpuh dan tidak ada tempat, sudah lima hari di rumah. Pasien kadang dilayani berhari-hari di rumah singgah. Mereka berasal dari berbagai daerah di Aceh,” sebutnya.

Karena pihaknya menyediakan saja fasilitas rumah, kemudian konsumsi, dan MCK.

Sementara untuk berobat tetap ke rumah sakit. Rumah singgah ini sudah berjalan selama dua tahun. Karena mulainya dari akhir tahun 2015 sudah mulai.

Bahkan rumah singgah itu juga tidak hanya mengelola anak-anak yang ke Banda Aceh, tapi juga yang rujukan ke Jakarta pun tetap dibantu. Pihaknya juga mengirim pasien ke Jakarta dan nanti di Jakarta ada tim yang mendampinginya.

“Kami ada kerja sama dengan Rumah Harapan Indonesia, seperti tadi ada satu keluarga yang berangkat ke Jakarta, bocor jantung. Alhamdulillah sudah sampai,” ujarnya.

Perkembangan memang tetap diperlukan untuk mengembangkan aplikasi ini agar bermanfaat untuk pasien yang berobat. Namanya aplikasi tentu saja perlu terus diperbaharui sesuai dengan perkembangan terkini.

Sejauh ini cara kerja aplikasi ini tidak ada persoalannya.

“Namanya saja aplikasi, tapi sejauh ini sudah mantaplah aplikasi ini. Sudah bisa mendaftar dari rumah. Semoga sistem registrasi online ini bisa terus bermanfaat bagi pasein yang berobat. Hadirnya sistem ini sangat menguntungkan warga,” ujar Yaisar Dinarto. (mh)