FKEP Dampingi Pelayanan Keperawatan di RSUDZA

FAKULTAS Keperawatan Universitas Syiah Kuala (FKEP­Unsyiah) Banda Aceh saat ini menjadi mitra Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) Provinsi Aceh untuk pendampingan pelayanan keperawatan. Pendampingan oleh Fakultas Keperawatan Unsyiah di RSUDZA merujuk kepada Nota Kesepahaman antara Pemerintah Aceh dengan Unsyiah. Dekan Fakultas Keperawatan Unsyiah, Dr. Hajjul Kamil S.Kp, M.Kep menyampaikan, nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Unsyiah dan RSUDZA tertuang dalam surat Nomor 7/MoU/2014 dan 1429/ UN11/DN/2014 tentang Kerja Sama Pendidikan, Penelitian, Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Pengembangan Sumber Daya Manusia.

Kemudian, perjanjian kerja sama antara RSUDZA, Pemerintah Aceh dengan Fakultas Keperawatan Unsyiah Nomor 1210 tahun 2014, maka terbitlah Nota Tugas Rektor Universitas Syiah Kuala Nomor 2454/ UN11/TU/2016 dan Nota Dinas Direktur RSUDZA, Pemerintah Aceh Nomor 820/05815 tahun 2016 tentang Penempatan 4 orang Ners Spesialis dan 1 orang Doktor Keperawatan di RSUDZA. Menurut Dr. Hajjul Kamil, kerja sama tersebut sangat positif, mengingat para akademisi harus berjalan seiring sejalan dengan para birokrasi serta praktisi dalam memikirkan kebijakan­kebijakan, bimbingan, dan mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi di lapangan dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di RSUDZA. Seperti diketahui, saat ini perkembangan Patient Centered Care (PCC) menjadi trend dan diadopsi oleh berbagai tatanan pelayanan kesehatan di dunia, tidak terkecuali rumah sakit.

Di Indonesia, model PCC ini wajib dilaksanakan oleh rumah sakit karena tuntutan akreditasi rumah sakit yang dikembangkan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) tahun 2012 maupun dalam Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) tahun 2017. Demikian juga dengan era asuransi saat ini, dengan paket Indonesia Case Base Groups (INA­CBG’s), yaitu sebuah model pembayaran yang digunakan BPJS Kesehatan un tuk mengganti klaim yang ditagihkan oleh rumah sakit, maka fokus pelayanan harus efektif mutu dan efektif biaya, belum lagi sistem regulasi dan peraturan perundang­undangan yang terus berkembang se hingga tanggung jawab dan tanggung gugat perawat terha dap peran dan fungsinya menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Disebutkan, beberapa kegiatan pendampingan selama ini dilakukan di RSUDZA adalah optimalisasi pengetahuan, keterampilan dan sikap perawat dengan pendekatan learning by doing. Artinya, kegiatan dilakukan langsung di ruang rawat inap seperti; optimalisasi konsep kerja PCC, case managemant, pengelolaan ruang rawat, pengembangan buku panduan tugas dan fungsi dalam pengelolaan ruang rawat, optimalisasi format dan pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan dengan pendekatan Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT), op timalisasi handover, optimalisasi discharge planning, pre sentasi kasus, bedsite teaching, pengembangan edukasi, op timalisasi pemenuhan kebutuhan perawatan dasar pasien, dan lain­lain. “Kalau ditanya liku­liku dan permasalahan, hampir tidak ada.

Dalam pelaksanaannya sangat menyenangkan, karena kami diterima dengan baik oleh Manajemen RSUDZA maupun teman sejawat,” ungkap Hajjul Kamil kepada Kru Tabloid RSUDZA Lam Haba. Berbagai hal yang telah dilakukan bersama dengan dukungan direktur, wakil direktur, bidang keperawatan, bidang pelayanan, komite keperawatan dan teman sejawat di ruang rawat tentu harus ada komitmen untuk terus dipertahankan dan ditingkatkan dengan bimbingan dan pengawasan yang terus menerus, walau ruangan yang harus dilakukan pendampingan saat ini bertambah banyak. Sementara terkait dengan upaya dilakukan Fakultas Keperawatan Unsyiah tentang pembentukan kompetensi perawat, Dr. Hajjul Kamil menyampaikan bahwa yang harus dipahami terlebih dahulu adalah makna kompetensi. Disampaikannya, menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 045/U/2002, kom petensi merupakan seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas­tugas di bidang peker jaan tertentu.

Fakultas Keperawatan Unsyiah sejak tahun 2010 telah mengimplementasikan secara total Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan meninggalkan Kurikulum Berbasisi Isi (KBI) baik pada tahap pendidikan akademik maupun pendidikan profesi, dimana dalam proses pembelajarannya sangat bertitik beratkan pada learning outcome dengan pendekatan Student Centre Learning (SCL) dengan menggunakan berbagai metode pembelajaran. Kompetensi utama, kompetensi pendukung dan kompetensi lainnya dalam kurikulum Fakultas Keperawatan Uni versitas Syiah Kuala dikembangkan berdasarkan pertimbangan kebutuhan pasar kerja dengan mengacu kepada Standar Kompetensi Kurikulum Nasional Pendidikan Ners Indonesia (60 persen), tuntutan kompetensi global (20 persen) dan kompetensi berdasarkan penciri institusi/keraifan lokal (20 persen). Disebutkannya, dengan keluarnya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), Universitas Syiah Kuala dalam hal ini juga Fakultas Keperawatan telah melakukan revisi kurikulum pada tahun 2016 dalam upaya penyeteraan level kompetensi lulusan Ners yang disesuaikan dengan tuntutan KKNI dan ASEAN Core Competency.

Sementara itu, upaya­upaya yang telah dilakukan oleh Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala dalam membentuk dan meningkatkan kom petensi lulusannya, tidak hanya persoalan kurikulum yang terus di­update, namun juga berhubungan dengan pendanaan, sumber daya manusia, prasarana dan sarana serta wahana praktik. “Saat ini kami sangat berterimakasih kepada Direktur RSUDZA beserta jajarannya yang telah memberi kesempatan kepada mahasiswa Pendidikan Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala untuk menggunakan rumah sakit tersebut sebagai Rumah Sakit Pendidikan Utama,” kata Dr. Hajjul Kamil yang juga tercatat sebagai perawat di RSUDZA ini. Sebagai gambaran, bahwa upaya­upaya yang telah dilakukan oleh Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala dalam membentuk dan meningkatkan kompetensi lulusan Ners sesuai dengan harapan pemerintah dan masyarakat telah mem beri hasil yang baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil Uji Kompetensi Nasional Indonesia (UKNI) yang selalu mencapai hasil diatas 90 persen pada tiap periode pelaksanaan. Hasil tracer study juga menunjukkan bahwa lulusan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala memiliki serapan yang sangat baik di dunia kerja.

Sementara menyangkut dengan kredensial perawat, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2013 tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit menyatakan bahwa Kredensial adalah proses evaluasi terhadap tenaga keperawatan untuk menentukan kelayakan pemberian Kewenangan Klinis. Ini merupakan tugas Sub  komite Kredensial Komite Ke perawatan di rumah sakit untuk merekomendasikan Kewenangan Klinis yang adekuat sesuai kompetensi yang dimiliki setiap tenaga keperawatan. Nah, kewenangan klinis inilah yang sering ia sampaikan di setiap kesempatan dengan teman­temana di rumah sakit sebagai “key word”, kenapa? Karena dengan penetapan kewenangan klinis yang benar akan menempatkan seorang perawat pada posisi yang benar sesuai dengan kompetensi dan latar belakang pendidikan formal serta pendidikan berkelanjutan berbasis kompetensi (sertifikasi) yang ditempuhnya.

Penetapan kewenangan klinis yang benar untuk semua perawat juga sebagai harapan dalam meningkatkan mutu pelayanan dan jaminan keselamatan pasien di rumah sakit. Sepengetahuannya, Ko mite Keperawatan RSUDZA su dah melakukan kredensial sejak tahun 2015 untuk semua perawat, baik yang berstatus kontrak maupun PNS yang dise suaikan dengan tuntutan Borang Akreditasi Rumah Sakit saat itu. Namun menurut Dr. Hajjul Kamil, itu belum sesuai dengan yang seharusnya karena peraturan turunannya dalam bentuk Peraturan Menteri belum ada. Namun, dengan keluarnya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2017 tentang Pengembangan Jenjang Karir Profesio nal Perawat Klinis akan memudahkan kerja Komite Keperawatan dalam penentuan jen jang karir dan penempatan perawat yang sesuai dengan kompetensinya. Menurutnya, RSUDZA telah merespon itu dengan sangat cepat, yaitu dengan melakukan pelatihan Asesor yang bersertifikasi, telah merubah pola alur kredensial yang diputuskan dengan Surat Keputusan Direktur, membentuk Mitra Bestari (peer group) dengan melibatkan Ners Spesialis, dan melakukan kredensial serta re­kredensial yang merupakan proses re­evaluasi terhadap tenaga keperawatan yang telah memiliki ke wenangan klinis, untuk menentukan kelayakan pemberian kewenangan klinis selanjutnya.

Namun dengan jumlah te naga perawat yang harus di­kredensial dan re­kredensial sangat banyak di RSUDZA, tentu beban kerja komite keperawatan sangat tinggi dalam koordinasi dengan bidang pelayanan medis, bidang pelayanan keperawatan dan komite medik dalam menjaga mutu, kompetensi, etik, dan disiplin perawat. Apalagi kegiatan kredensial dan re­kredensial ini sangat mendesak mengingat persiapan RSUDZA dalam menghadapi re­akreditasi oleh KARS dan akreditasi internasional oleh Joint Commission International (JCI) pada tahun 2018. Menurut analisa Dr. Hajjul Kamil, yang sudah dua periode menjabat Dekan Fakultas Keperawatan Unsyiah ini, kegiatan kredensial dan re­kredensial berjalan maksimal di RSUDZA. Manajemen RSUDZA per    lu mempertimbangkan agar Ketua Komite Keperawatan, Se  kretaris, Ketua Subkomite Kre  densial, Subkomite mutu pro fesi dan Subkomite etik dan disiplin profesi tidak rangkap jabatan. “Menurut saya ini penting untuk mempercepat kinerja Komite Keperawatan, karena seperti kita ketahui pesonalia yang duduk di Komite Keperawatan RSUDZA saat ini juga merangkap sebagai Manajer Pe layanan Pasien (MPP),”” ucapnya.

Terkait dengan harapan kepada para perawat  yang sudah memasuki dunia kerja, Dr. Hajjul Kamil menambahkan, bahwa pengguna lulusan dan masyarakat tidak peduli seorang perawat lulus dengan predikat cumlaude atau bukan, karena mereka juga melihat dari aspek yang lain salah satunya adalah soft skill.  “Begini ya, kita sering “terperangkap” bahwa keheba tan seorang lulusan perguruan tinggi itu berdasarkan predikat kelulusan, misal lulus dengan predikat Pujian (Cum Laude),” terangnya. “Saya katakan kalau lulusan itu dipersiapkan untuk ilmuan jawaban saya mungkin “Yes”, tapi kalau lulusan itu dipersiapkan untuk praktisi, jawa ban saya “No”. Kenapa? Ka rena secara pengetahuan, keterampilan dan sikap para lulusan sudah diakui dengan lulus uji kompetensi dan mendapat Surat Tanda Registrasi (STR), tapi ketika memasuki dunia kerja terasa modal itu saja tidak cukup,”” terangnya.  Dijelaskan, soft skill sangat berbeda dengan hard skill. Soft skill merupakan ketrampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (termasuk dengan dirinya sendiri). Be berapa astribut soft skill misal nya; komunikasi efektif, memiliki inisiatif, memiliki etika/integritas, kreatif, berpikir kritis, komitmen, bersemangat, disiplin/taat aturan, kemampuan kepemimpinan, mampu bekerja dalam tim, bernegosiasi, manajemen waktu yang baik, dapat diandalkan, tangguh dan lainnya. Oleh sebab itu, maka harus belajar banyak dari pengalaman kasus demi kasus yang telah terjadi pada praktisi kesehatan di dunia kerja. (sl)