Kebaikan Itu Mulia, Dampaknya Bisa Selamanya

KOLABORASI yang sinergis antara dokter dan perawat amat dibutuhkan dalam mengoptimalkan pelayanan medis, termasuk bagi kesembuhan pasien pascaoperasi tranplantasi (cangkok) ginjal.

Menurut pria kelahiran Aceh Timur 14 April 1981 ini, cangkok ginjal adalah pekerjaan yang rumit, detail, dan membutuhkan banyak ahli. Apalagi, yang diganti adalah organ sepenting ginjal.

“Tentunya amat dibutuhkan kolaborasi yang sinergis semua pihak,” ujarnya, kepada kru Tabloid RSUDZA LAM HABA yang menemui nya di RSUDZA, pekan lalu.

Zulkarnaini adalah perawat yang menangani pasien pascaoperasi cangkok ginjal, di ruang Intensive Care Unit (ICU) 2 RSUDZA Banda Aceh. Pada Senin (9/7/2018) pekan lalu, Tim medis Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) dibantu Tim Transplantasi Ginjal Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, sukses melakukan operasi transplantasi (cangkok) ginjal untuk ketiga kalinya.

Transplantasi ginjal, kini, telah banyak digunakan sebagai terapi pada penderita penyakit gagal ginjal.

Ketimbang melakukan dialisis atau cuci darah, para dokter memang mulai menganjurkan pasiennya untuk melakukan transplantasi ginjal.

Nah, persiapan operasi cangkok ginjal yang ditangani oleh tim teknis medis yang beranggotakan dokter-dokter ahli itu dilakukan dalam tiga tahapan, yakni pre-operatif, operatif, dan pasca-operatif.

Bagi penerima ginjal, maka akan dipasangi kateter di kandung kemih dan diberikan infus melalui vena. Penerima ginjal kemungkinan baru dapat beranjak meninggalkan rumah sakit setelah 7 hari pasca operasi.

“Pascaoperasi, umumnya pasien memang tidak stabil dan memerlukan pemantauan ketat dengan perlengkapan khusus. Normalnya, kalau tidak ada komplikasi 7 hari pasien sudah bisa pulang,” ungkap pria ramah, alumnus Unsyiah ini.

Dia mengatakan, pasien yang melakukan transplantasi ginjal tidak bisa lepas begitu saja dari pengawasan dokter, melainkan akan terus dipantau secara intensif dalam ruang intensive care unit (ICU).

“Perawatan pasien di ruang ICU sifatnya total care dan kita me miliki fasilitas-fasilitas medis yang canggih untuk membantu kelangsungan hidup atau kesembuhan pasien,” tandasnya.

Penjagaan di ruang ICU sangat ketat (total care), ruangan ini juga dijaga agar selalu steril untuk mengurangi risiko penularan infeksi.

“Di ruangan ini (ICU) kita bekerja seperti sebuah tim. Ada intensivis, dokter jaga, dan tim penunjang lainnya,” sambung alumnus SMU Negeri 1 Peureulak Aceh Timur ini.

Pascaoperasi cangkok ginjal, kata Zulkarnaini, pasien perlu dirawat setidaknya seminggu di Rumah Sakit untuk observasi dan memastikan tidak ada efek atau komplikasi tertentu pasca transplantasi.

“Dalam fase ini, kami akan memonitor ketat tanda vital dan produksi urine. Produksi urine pasien harus ada minimal 100 cc atau 1 cc (per kg BB) per jam, dan kontrol urine tetap kita pantau per jam,” terangnya. Jika ginjal yang ditanamkan klop dengan penerima, maka pasien akan dapat buang air kecil secara normal.

Semua pasien yang masuk ICU tentu saja cemas, karena citra ICU sudah begitu ‘mengerikan’ mungkin bagi kebanyakan orang. Menurut Zulkarnaini, empati dan komunikasi adalah dua hal yang tak boleh lepas dari peran personal mereka di ruang ICU.

Seorang perawat akan berinteraksi dengan pasien dan keluarganya selama 24 jam, disinilah perawat akan memberikan pelayanannya secara komprehensif, baik itu dari pelayanan fisik, psikologi, spiritual, sosial dan pendidikan kepada pasien.

“Semua bekerja all out sesuai protap.

Meskipun masih minim pengalaman tapi Alhamdulillah berkat kerjasama tim dan pelatihan-pelatihan yang pernah kita ikuti, akhirnya bisa menghasilkan pelayanan kesehatan yang memuaskan bagi pasien dan keluarganya,” ujarnya merendah.

Selain mampu berempati, mereka juga dituntut untuk selalu ramah, dengan sikap mental yang baik, tulus dan berbicara dalam bahasa yang mudah dipahami oleh keluarga pasien. Ya, dokter dan paramedis adalah sebuah profesi yang unik; gabungan antara sains dan sosial, perpaduan antara seni dan keilmuan.

Seorang Zulkarnaini juga diasah kemampuan berkomunikasi untuk memberikan kehangatan dan ketenangan bagi kesembuhan pasien.

Tak jarang, seorang perawat pernah melihat langsung proses kelahiran bayi masuk ke dunia ini.

Di lain kesempatan, mereka juga kerap menyaksikan prosesi ketika ajal menjemput seseorang.

Bagi Zulkarnaini, rutinitas seorang perawat senantiasa membuka mata hati, bahwa setiap detik dari pengabdiannya menjadi renungan untuk selalu bersyukur dengan kehidupan ini.

Sebagai seorang muslim, pria berpembawaan tenang ini juga memegang teguh pada ajaran agama bahwa sekecil apapun kebaikan, Allah SWT pasti memberi ganjarannya.

Ya, kebaikan itu mulia, dampaknya bisa selamanya, bahkan dengan secuil senyuman tulus Zulkarnaini diyakini mampu menghipnotis pasien cangkok ginjal agar lekas sembuh, dan bisa kembali beraktivitas seperti biasa.(rid)