Teruslah Belajar Rendah Hati

SEBUAH keteladanan dari sang kakak menjadi pelecut spirit bagi Muhammad Akbar dalam memilih pendidikan Farmasi. Dan itu pula yang menjadi salah satu alasan penguat motivasi pria kelahiran Sigli 2 Mei 1991 ini. untuk menjadi seorang Apoteker. “Prospek kerja bagus dan peluangnya juga masih terbuka lebar,” kata Akbar mengenang petuah sang kakak kala itu.

Anak muda ini mengaku sejak kecil sudah bercita-cita menekuni dunia medis. Menurut dia inti dari profesi medis adalah menolong sesama manusia, maka tak heran jika pria ramah ini kemudian memilih untuk menimba ilmu Farmasi, sebagai salah satu bidang di dunia medis. “Karena kesehatan adalah kebutuhan primer manusia. Tidak ada seorang pun yang tidak ingin sehat, dan sampai kapan pun kesehatan akan selalu dibutuhkan,” ujarnya seakan mensitir sebuah sisi ilmu peluang.

Bagi Akbar menolong pasien dapat memberinya sebuah kepuasan batin. Alumnus SMU Negeri 1 Sigli ini juga masih ingat dengan jargon dimana ada apotek di situlah ada apoteker.

Kala memilih jurusan farmasi, di benaknya sudah terpatri sebuah angan, dengan menjadi apoteker, maka ia akan meraih cita-cita membuka apotek sendiri. Ya…mandiri lewat bisnis farmasi.

Teruslah Belajar Rendah Hati Alhamdulillah sekarang saya sudah bisa meracik obat kanker, ini merupakan cita-cita yang terpendam lama,”
Muhammad Akbar, A.Md, Farm
Asisten Apoteker di Instalasi Farmasi RSUDZA

Farmasi adalah salah satu bidang profesional kesehatan yang merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang mempunyai tanggung-jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat bagi pasien. “Alhamdulillah sekarang saya sudah bisa meracik obat kanker, ini merupakan cita-cita yang terpendam lama,” ujar Asisten apoteker di Instalasi Farmasi RSUDZA ini, sumringah.

Meracik obat kanker butuh tingkat kehati-hatian ekstra, karena memiliki risiko tinggi (high risk). Sedikit saja kesalahan terjadi, tidak hanya membahayakan pasien, tetapi juga diri peracik, karena kontak langsung dengan obat-obat kemoterapi dapat menyebabkan keracunan.

Dirincikan, kontak langsung dengan kulit atau mata, bisa membuat obat-obat kemoterapi atau obat kanker terserap oleh tubuh. Bagi mereka yang setiap harinya menangani obat-obatan tersebut, hal ini bisa berdampak serius bagi kesehatan yang bersangkutan.

Dalam dunia kesehatan, apoteker adalah mereka yang berhak melakukan pekerjaan kefarmasian, dan inti dari kefarmasian adalah pelaksanaan “Pharmaceutical Care”, yaitu tanggung jawab farmako-terapi dari seorang farmasis untuk mencapai dampak tertentu dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Muhammad Akbar tak menampik jika meracik obat pasien secara umum merupakan salah satu hal yang cukup vital. “Instalasi Farmasi RSUDZA saat ini memiliki 5 asisten apoteker, dan kami bekerja bergiliran secara shift. Semuanya ada prosedur kerja yang harus kami pedomani,” tukasnya.

Diperlukan juga ruang peracikan obat khusus untuk meracik obatnya, bahkan perlu alat khusus yang digunakan farmakolog ketika menyiapkan obat.

Khusus ketika mengulas soal racik meracik obat kanker, rona wajah Muhammad Akbar terlihat sangat serius.

Lebih lanjut, anak ketiga dari tiga bersaudara yang menamatkan pendidikan dasar di SD Negeri Percontohan Sigli ini mengungkapkan, salah satu panduan para asisten apoteker yang menangani obat-obat kemoterapi, adalah memakai perlengkapan tertentu untuk melindungi dirinya.

Saat meracik obat kemoterapi diperlukan perlakuan khusus terhadap zat sitostatika tersebut. Itu karena ada risiko jika obat tersebut bocor dan terpapar sembarangan. “Makanya dibutuhkan ketelitian dan skill yang lebih mendalam,” bebernya.

Seperti yang kita ketahui di Rumah Sakit Umum dr Zainoel Abidin jumlah resep obat yang dikeluarkan sangat banyak per harinya. “Dalam sehari biasanya kami meracik obat kanker untuk 20 orang pasien,” sambung pria yang pernah mendapatkan pelatihan meracik obat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta ini.

Muhammad Akbar bersama rekan-rekan lain yang bertugas di instalasi Farmasi RSUDZA tentunya senantiasa melakukan verifikasi resep terhadap resep-resep tersebut. Resep-resep itu tidak hanya dikeluarkan oleh satu atau dua dokter saja, namun mencapai puluhan dokter yang bertugas setiap hari di RSUDZA.

Tiap dokter pun memiliki tidak hanya satu sampai dua pasien, namun sampai puluhan orang setiap harinya.

“Dalam kondisi ini dibutuhkan ketelitian, konsentrasi, disiplin dan update pengetahuan, agar semua resep tercover racikan yang sesuai anjuran,” ujar Akbar.

Life long learner, belajar terus menerus dan meng-update pengetahuan. Itulah filosofi hidup yang hingga kini terus ia pegang erat.

Pria handsome yang ingin melanjutkan pendidikan Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta ini sangat menyadari bahwa, seorang apoteker harus terus-menerus menggali ilmu pengetahuan, senantiasa belajar, mengasah keterampilannya serta mampu mengembangkan kualitas diri.

Filosofi ini pula ia selaraskan dengan pesan almarhum kedua orangtuanya.

“Teruslah belajar rendah hati dan jangan pernah tinggalkan shalat,” tutup Muhammad Akbar, mengenang pesan ayah bundanya yang sudah duluan berpulang.

(rid)