Keselamatan Pasien, Bekal Menuju Standar Internasional

dr . Azzaki Abubakar Sp.PD-KGEH
Ketua Komite Mutu dan Keselamatan Pasien

EKSPEKTASI masyarakat Aceh terhadap keberadaan Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin (RSUDZA) di Banda Aceh, kini makin besar saja. Membesarnya rangkaian harapan itu, seiring makin membaiknya layanan di rumah sakit milik Pemerintah Aceh tersebut.

Gubernur Aceh dr H Zaini Abdullah sendiri, kini benar benar konsern menyangkut kondisi pelayanan dan fasilitas di rumah sakit terbesar di Aceh itu. Kadang Pak Gubernur Zaini melakukan sidak hinga k sal rumah sakit, dalam kondisi hari libur serta di luar jam kerja. Hal inilah yang membuat RSUDZA menjadi salah satu rumah sakit pemerintah terdepan di Pulau Sumatera.

Tak ada lagi potret kekumuhan di dalam sal pelayanan, karena kondisi fasilitas MCK yang bak hotel berbintang. Tak ada lagi WC yang tumpat atau bau pesing yang liar ke sana ke mari. Bahkan hingga ke sal pun, setiap tempat tidur dilengkapi dengan perangkat botol pembersih tangan. Semua itu untuk menjamin higinitas pelayanan serta menjadi standar baku mutu yang harus dijalankan.

Butuh kolaborasi lintas lini untuk menuju JCI, tidak mungkin hanya sebelah pihak saja. Kita terus edukasi pasien dan keluarga pasien

Hal kecil yang dulu tak pernah ada, setiap keluarga pasien diminta menandatangani surat perjanjian menyangkut ketentuan rumah sakit, seperti jam bertamu atau masalah pelayanan lainnya.

Karenanya jangan menjadi heran jika saat ini manajemen RSUDZA Banda Aceh sedang membidik akreditasi Badan Internasional atau Joint Comission International (JCI) pada tahun 2018. Secara nasional RSUDZA Banda Aceh telah meraih akreditasi paripurna dengan level bintang lima.

JCI merupakan badan akreditasi non profit yang berpusat di Amerika Serikat. Lembaga ini ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sebagai pelaksana akreditasi pelayanan kesehatan di Indonesia. Yang tentu saja memakai variabel yang sesuai dengan tuntutan skala internasional.

Saat ini pihak manajemen RSUDZA Banda Aceh telah melakukan beberapa upaya krusial untuk mendapatkan pengakuan standar internasional dari JCI. Salah satunya, meningkatkan mutu dan keselamatan pasien.

Dalam kaitan itu, sejak 16 Juni 2014 silam, manajemen RSUDZA telah membentuk Komite Mutu dan Keselamatan Pasien. Komite ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan (SK) Direktur RSUD dr Zainoel Abidin No 445/54/2014 tanggal 16 Juni 2014, dan secara struktur, komite ini berada langsung di bawah direktur.

Ada enam tugas pokok Komite Mutu dan Keselamatan Pasien yang kini diketuai oleh dr. Azzaki Abubakar, SpPD-KGEH. Tugas pertama adalah membantu manajemen rumah sakit dalam upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

Kedua, membangun sistem manajemen risiko secara reaktif dan proaktif. Ketiga, membangun sistem keselamatan pasien.

Keempat, merencanakan program perbaikan mutu dan keselamatan pasien. Tugas ke lima adalah, merancang proses klinis dan manajerial, serta tugas terakhir membuat atau melakukan perbaikan.

Tim medis melakukan visitor pasien di ICU RSUDZA

Ketua Komite Mutu dan Keselamatan Pasien dr. Azzaki Abubakar, SpPD-KGEH mengatakan, dari semua item tersebut, mutu dan keselamatan pasien menjadi perhatian utama RSUDZA.

Terkait dengan persoalan mutu dan keselamatan pasien, kata dr Azzaki, tidak hanya cukup diucapkan semata. Namun harus diaplikasikan secara nyata, hingga tak terkesan sloganistis.

Salah satu tugas Komite Mutu adalah tidak henti-hentinya mensosialisasikan betapa pentingnya patien safety atau keselamatan pasien, kepada semua elemen di rumah sakit, mulai dari direktur dan jajaran, kepala bidang, seluruh komite, dokter dan perawat, sampai kepada cleaning service . “Semua elemen di rumah sakit kita paparin, kita ‘racunin’ soal mutu dan keselamatan pasien,” ujar dr Azzaki dalam nada sedikit bertamsil.

Sebagai rumah sakit yang menyandang predikat Paripurna dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS), maka persoalan mutu dan patien safety menjadi isu penting bagi RSUDZA. Masyarakat tidak perlu ragu berobat di rumah sakit Pemerintah Aceh ini, karena kualitas pelayanannya kini sudah mencapai standard nasional.

Lebih jauh Azzaki Abubakar menambahkan, untuk mendapatkan pengakuan internasional, dibutuhkan kerjasama semua pihak yang ada di rumah sakit, termasuk pasien dan keluarga pasien. “Butuh kolaborasi lintas lini untuk menuju JCI, tidak mungkin hanya sebelah pihak saja. Kita terus edukasi pasien dan keluarga pasien,” ujarnya.

Terkait dengan keselamatan pasien, selama ini diakuinya sudah berjalan cukup baik, akan tetapi perlu untuk terus ditingkatkan. “Masalah sekarang selesai, tentu kedepan akan muncul problem baru yang harus diselesaikan. Maka itu, perlu indikator mutu yang setiap tahun tadi,” terangnya.

Secara terbuka Azzaki menambahkan, terkait dengan isu keselamatan pasien, pihak RSUDZA akan terbuka ke semua pihak. Bagaimanapun, insiden itu pasti ada, karenanya tak perlu untuk ditutup-tutupi.

Namun bagaimana usaha kita agar ke depan tidak terulang kembali. Insiden yang terjadi tentunya bisa menjadi pembelajaran penting, agar di masa mendatang makin bisa diantisipasi dan bahkan dieleminir.

“Kalau di tingkat internasional, mereka cukup terbuka. Kalau di Indonesia, dibilang tidak ada insiden, pasti dinilai ada sesuatu yang ditutup-tutupi, padahal tidak seperti itu adanya.” tegasnya.

Seharusnya setiap masalah yang terjadi, ada sisi positif yang bisa ditarik.

Misalnya staf, perawat dan dokter menjadi paham, agar ke depan masalah yang sama tidak boleh lagi terjadi.

“Harusnya tidak boleh disembunyikan, asalkan kita sesuai dengan prosedur, kita laporkan saja, kan tidak apa- apa. Karena ini juga bahagian dari kepuasan pelanggan,” tandasnya.

Sedangkan menyangkut dengan persoalan mutu, RSUDZA sudah cukup baik.

Apalagi, telah mendapatkan pengakuan dari KARS berupa akreditas Paripurna Bintang Lima.

Perlu dipahami oleh masyarakat, kalau persoalan mutu itu beres, maka tidak lagi muncul masalah.

Bukan seperti itu cara melihatnya, namun bagaimana prioritas masalah itu dapat diselesikan dengan baik.

Begitu juga dengan standar yang diakui, itu tidak 100 persen, tapi masih ada 20 persen hal kecil lagi yang menjadi catatan dan harus dibenahi.

Hal kecil tersebut tentunya harus dibereskan bersama, masyarakat juga harus ikut andil. Seperti ikut menjaga kenyamanan pasien, tidak merokok di lingkungan rumah sakit. Selain itu juga harus mematuhi jam besuk. “Jangan harapkan hanya rumah sakit yang berbenah, masyarakat juga harus ikut berbenah.” Lebih lanjut, dr Azzaki menambahkan, agar persoalan mutu tidak dilihat sebagai suatu hal yang menyusahkan, berat dan serius sekali. Tapi lihatlah sebagai sebuah kebutuhan secara komunal, untuk keselamatan pasien. Khusus untuk menumbuhkan kecintaan terhadap mutu dak keselamatan pasien, pihak Komite Mutu dan Keselamatan Pasien di RSUDZA memberi sebutan bagi mereka yang memiliki kepedulian dengan muti dan keselamatan pasien sebagai Sahabat Mutu. Inilah cara lain untuk lebih membumikan mutu dan keselamatan pasien di RSUDZA Banda Aceh. (SI)