Akreditasi dan Program Aceh Seujahtera

ALHAMDULILLAH dengan izin Allah, akhirnya tabloid ini kembali menyinggahi khasanah baca Anda.

Inilah edisi perdana tabloid dengan titel RSUDZA Lamhaba yang penerbitannya tanpa terasa telah meniti bentang tahun ke tiga.

Seperti biasa, kami hadir dengan rangkaian tulisan tentang informasi serta kebijakan strategis para pemangku kepentingan di Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin (RSUDZA), sekaligus sebagai penampung geliat dinamisasi masyarakat selaku pemakai jasa rumah sakit milik Pemerintah Aceh ini.

Kali ini kami mengangkat thema tentang sebuah cita cita besar manajemen RSUDZA meraih akreditasi level internasional dari Joint Comission International (JCI). Setelah sebelumnya sukses meraih akreditasi Paripurna bintang lima dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) secara nasional.

Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan terhadap rumah sakit yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh menteri kesehatan, setelah dinilai bahwa rumah sakit itu memenuhi stan dar pelayanan rumah sa kit, yang berlaku untuk meningkatkan mutu pela yanan rumah sakit secara berkesinambungan (Permenkes No.12 tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit).

Bagi Pemerintah Aceh, akreditasi bukan hanya sebuah prestasi atau prestise sim bolistik. Namun lebih dari itu adalah keinginan riil untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik kepada seluruh rakyatnya.

Hal itu tercermin dari upaya membuka akses pelayanan kesehatan seluas­luasnya kepada seluruh masyarakat Aceh. Dalam kaitan itu, Pemerintah Aceh saat ini (Irwandi­Nova) telah memasukkan program pembangunan kesehatan masyarakat Aceh, sebagai bagian utuh da ri Rencana Pembangunan Jangka menengah (RPJM) Aceh 2017­2022. “Program pem bangunan kesehatan masyarakat termasuk salah satu yang diprioritaskan dalam lima tahun ke depan. Hal itu diaplikasikan melalui program Aceh Seujahtera.

Sebagai bukti dari komitmen dalam pemberian akses layanan kesehatan berkualitas itu, tahun 2018, Pemerintah Aceh mengalokasikan dana hingga angka Rp890 miliar untuk Pelayanan Kesehatan bagi seluruh rakyat Aceh, seperti diakui Wagub Aceh, Nova Iriansyah, ketika membuka Raker Kesda Aceh, pekan lalu.

Lebih dari itu, bagi manajemen RSUDZA sendiri, akreditasi tersebut adalah jalan lain untuk merealisasikan serta melegitimasikan misi utama dari keberadaan RSUDZA, yaitu senantiasa berusaha memberikan pelayanan terbaik yang bermutu dan aman.

Dengan kata lain, pasien safety and good quality.

Terlepas dari semua cita cita luhur tersebut, rumah sa kit memang wajib melakukan akreditasi dalam upayanya meningkatkan mutu pelayanan secara berkala setiap 3 (tiga) tahun sekali. Hal ini tercantum dalam undang­undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasal 40 ayat 1, yang menyatakan bahwa, dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali. Akreditasi wajib bagi semua rumah sakit baik rumah sakit publik/pemerintah maupun rumah sakit privat/swasta/BUMN.

Data dari KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) pada tahun 2015 tercatat baru 284 rumah sakit yang terakreditasi secara nasional dari 2.415 rumah sakit yang terdaftar di Indonesia. Jumlah rumah sakit yang belum terakreditasi yaitu 2.131 rumah sakit sehingga secara proporsi baru 11,75% rumah sakit yang terakreditasi di Indonesia.

Khusus bagi RSUDZA, akreditasi tertinggi secara nasional telah dicapai. Kini sebuah obsesi besar telah dibentang, meraih akreditasi JCI. Dalam kaitan itulah, kompetensi semua jajaran­mulai Direktur hingga cleaning service­diasah secara maksimal. Baik le wat kegiatan pitstop hingga cerdas tangkas. Yang jelas akses layanan kesehatan yang berkualitas adalah ekspektasi kita semua. Akreditasi Paripurna dan JCI hanyalah sebuah pengakuan legal untuk itu.