Pelayanan Bermutu dan Prinsip Patient Safety

BAGI Masli Yuzar (36), cerita meraih sukses dari bawah bukanlah hal yang aneh. Eksistensinya sebagai perawat teladan juga tidak lahir begitu saja, melainkan ibarat merangkak dari bawah menempuh cadas yang terjal. Buktinya, pria kelahiran Bireuen, 25 Februari 1982 ini pernah menerima gaji Rp 15 ribu per bulan. “Ini masih segar dalam ingatan saya, dulu gaji pertama saya tiga bulan pertama adalah Rp 15 ribu perbulan, dan bulan ke empat berbakti baru saya diberi honor daerah sebanyak Rp 150 ribu per bulan,” ujar Masli, yang membuka obrolan dengan senyum ramah.

Topik bincang­bincang Kru LamHaba RSUDZA dengan Masli Yuzar, pada Rabu malam (18/3), mengalir lancar dan santai. Di luar sana, bulan nampak indah menyerupai potongan buah semangka. Sesekali jebolan SPK Pemda Lhokseumawe ini juga memancing canda renyah, persis ketika ia mengisahkan pengalaman dan jenjang kariernya yang berawal dari tenaga bakti, menjadi staf honorer hingga tercatat sebagai aparatur sipil negara.

Sejak tahun 2006 hingga saat ini, saya sudah merasakan menjadi perawat emergency, perawat kamar operasi, perawat ruang intensive, dan sekarang di ruang intensive pasca bedah jantung,”

Masli Yuzar, S.Kep, Ners
Perawat ICU Bedah Jantung RSUDZA

Agustus 2000 silam, itulah awal kisah Masli berprofesi sebagai perawat, tepatnya menjadi tenaga bakti di Puskesmas Peusangan Selatan, Bireuen.

Disana, ia berbakti selama dua tahun. “Karena intensitas konflik saat itu makin tinggi akhirnya tahun 2002 saya melanjutkan pendidikan diploma keperawatan di Akper Tgk Fakinah Banda Aceh,” ungkap ayah tiga anak ini. Karena alasan studi pula, status Masli Yuzar sebagai perawat honorer ia tanggalkan.

Masli Yuzar adalah sosok perawat yang menapaki karir dengan kerja keras. Tak jarang keuletan dan ketabahan diuji dengan banyaknya tantangan.

“Pernah, gaji saya waktu itu 250 ribu plus jaga malam 15 ribu per malam dan itu diamprah setiap 3 bulan sekali,” terangnya.

“Kalau boleh jujur itulah kali pertama saya merasakan lapar hidup di Koetaraja, bahkan uang di dompet saya tak cukup untuk beli sebungkus santrimie,” sambung ayah tiga anak ini, seraya mengenang masa­masa getir pertengahan tahun 2005 ketika ia menjaditenaga bakti di sebuah Rumah Sakit, di jantung ibukota Serambi Mekkah.

Alumnus Unsyiah ini juga mengaku, pasca tsunami Aceh 2014 dirinya sempat bergabung di lembaga NGO internasional. “Saat itu mata kuliah saya di Akper sudah habis alias tinggal tugas akhir, jadi sambil menunggu teman­teman selesai mata ku liah, saya melanglang buana bersama NGO ACF asal Prancis dan relawan Mer­C Indonesia,” bebernya.

Masli Yuzar menyelesaikan pendidikan Akademi Keperawatan (Akper) Teungku Fakinah Banda Aceh pertengahantahun 2005.Setahun kemudian atau tepatnya April 2006 ia lulus CPNS di lingkup Pemerintah Provinsi Aceh, yang selanjutnya ditempatkan di Rumah Sakit berplat merah milik Pemerintah Aceh.

“Nota dinas saya terima pada bulan Juli 2006 dan saya ditempatkan di IGD RSUZA. Nah, disanalah saya merasakan bagaimana menjadi perawat yang bisa dikatakan paripurna,” ujar Masli, sumringah.

Dalam organisasi profesi, suami dari Novra Julia ini juga memiliki pengalaman yang luar biasa. Hal ini Ia geluti sejak mahasiswa hingga sekarang, maka tidak heran jika Masli Yuzar dinobatkan sebagai Ketua Komisariat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) RSUDZA Banda Aceh.

Masli Yuzar S.Kep, Ners, juga dipercayakan sebagai Bendahara II DPD Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kota Banda Aceh, Wakil Ketua Divisi Diklat Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia (HIPGABI) Aceh, dan Ketua Divisi Hukum Himpunan Perawat Critical Care Indonesia (HIPERCCI) Aceh.

“Saya aktif di DPD PPNI Kota Banda Aceh dan juga mengorganisir sekitar 50 perawat RSUZA menjadi pengurus komisariat PPNI Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin,” terang Masli Seberat atau seringan apapun tugas dan pekerjaannya, Masli Yuzar se lalu berusaha responsif dan concern. Ia berharap mampu menginspirasi kawan­kawan, menyalakan harapan, menggerakkan sekali gus mengajak para perawat agar selalu mem beri pelayanan ber mutu dan berkualitas dengan senantiasa menjaga prinsip­prinsip patient safety. “Juga mengedepankan aspek legal demi meminimalisir resiko hukum,” tandasnya.

Dikatakan, setelah berlakunya UU Nomor 38 Tahun 2014 yang mengatur tentang ke perawatan, Dewan Pengurus Pusat (DPP) PPNI membuat Pe doman Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) tahun 2016. Di PKB ini, PPNI me ngatur bagaimana seseorang menjadi perawat yang berkualitas sesuai tuntutan zaman yang semakin modern.

“Karena itu, pertahankan kompetensi, ilmunya juga terus diupdate dan mari ikut berperan dalam mengembangkan organisasi profesi untuk membuat profesi perawat dekat dengan anggotanya dan juga dekat dengan pemerintah,” pinta pria santun ini.

Tahun 2016 lalu, Masli berhasil lulus menjadi salah satu trainer nasional, Emergency Nursing.

Ia mengatakan siap kapan saja meluangkan waktu untuk berbagi ilmu dan pengetahuan yang pernah ia dapatkan.

“Karena prinsip hidup saya adalah bermanfaat buat orang lain,” tukasnya.

(rid)