Hubungan Dermatofitosis dan Non Dermatofitosis Dengan Diabetes Melitus Tipe 2
PDF

Keywords

Dermatofita
non dermatofita
diabetes melitus tipe 2
tinea
dermatofisosis

How to Cite

Mimi Maulida, Arie Hidayati, Sulamsih Sri Budini, & Nur Fajrina. (2025). Hubungan Dermatofitosis dan Non Dermatofitosis Dengan Diabetes Melitus Tipe 2. Journal of Medical Science, 6(1), 12–20. https://doi.org/10.55572/jms.v6i1.144

Abstract

Dermatofitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur dermatofita yang menyerang jaringan yang mengandung keratin (zat tanduk) seperti stratum korneum pada epidermis kulit, rambut dan kuku. salah satu faktor predisposisi dermatofitosis ialah Diabetes Melitus (DM). Tingginya kadar glukosa darah pada penderita diabetes menyebabkan meningkatnya glukosa kulit yang dapat mengganggu proses imun dan menyuplai energi untuk jamur berkembang, sehingga mudah muncul manifestasi kelainan pada kulit, salah satunya adalah dermatofitosis. Penelitian World Health Organization (WHO) terhadap insiden dari infeksi dermatofit menyatakan 20% orang dari seluruh dunia mengalami infeksi kutaneus dengan infeksi tinea corporis yang merupakan tipe yang paling dominan dan diikuti dengan tinea kruris, tinea pedis dan onikomikosis. Di Indonesia dermatofitosis menempati urutan kedua setelah pityriasis versikolor. Dermatofitosis didapatkan sebanyak 52% dengan kasus terbanyak tinea kruris dan tinea korporis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dermatofitosis dan Non Dermatofitosis dengan Diabetes Melitus tipe 2. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain penelitian Cross sectional di RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien mengalami DM tipe 2 yang mengalami keluhan yang mengarah pada infeksi jamur pada kulit. Di RSUDZA Banda Aceh. Bahan yang digunakan untuk pemeriksaan KOH pada peneltian ini adalah Larutan KOH 10%, Mikroskop untuk pemeriksaan mikroskopik Scalpel untuk kerokan kulit dan Lampu Bunsen Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan antara diabetes melitus dengan angka kejadian dermatofitosis (p Value = 0,006). Sehingga dapat disimpulkan bahwa diabetes melitus berhubungan dengan munculnya penyakit jamur jenis dermatofitosis. Hal ini dapat terjadi karena kadar glukosa pada kulit normal adalah 55% dari gula darah pada orang normal, namun pada seseorang dengan DM tingkat rasio akan meningkat hingga mencapai 69-71% dari gula darah yang telah meninggi. Keadaan ini disebut diabetes kulit. Kondisi peningkatan gula darah yang patologis ini digunakan jamur sebagai nutrisi untuk pertumbuhannya. Akibat dari seluruh hal yang timbulkan hiperglikemik kronik ini memudahkan adhesi dan invasi infeksi jamur. Kelompok usia pasien diabetes melitus yang mengalami penyakit jamur pada kulit terbanyak pada kelompok usia produktif (41-60 tahun) yaitu sebanyak 22 pasien (48,9%) diikuti kelompok usia >60 tahun sebanyak 20 pasien (44,4%) dan kelompok usia 18-40 sebanyak 3 pasien (6,7%). Diagnosis dermatofita pada pasien diabetes melitus ditemukan pada 30 pasien (66,7%). Sedangkan diagnosis non dermatofita ditemukan hanya pada 15 pasien (33,3%).

https://doi.org/10.55572/jms.v6i1.144
PDF

References

Adi, S. (2019). Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia. PB Perkeni, 133.

Behzadi, P, Behzadi E and Ranjbar R. (2014) ‘Dermatophyte fungi: infections, diagnosis and treatment’. SMU Medical Journal.1(2):50-62.

Citrashanty, I and Suyoso,S. (2011) ‘Mikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawan Jalan Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Soetomo Surabaya periode tahun 2008-2010’. Berkala ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 23: 200-6

Ena, K.S and karna, N, R.V. (2021) ‘Profil Dermatofitosis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar periode 2017-2018’. Jurnal Medika Udayana, Vol 10 No. 4.

Goldsmith, L. (2012) ‘Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine’. 8th edn. Vol 1. P. 2288.

Goyal A, Raina S, Kaushal SS, Mahajan V, Sharma NL. Pattern of cutaneous manifestations in diabetes mellitus. Indian J Dermatol. 2010;55(1):39-41.Gupta, A.K, Chaudhry, M and Elewski, B. (2013). Evaluation of the incidences of dermatophillic infection in Rajastahan: case studies from Rajasthan: India. International Journal Of Medicine and Medical Sciences, 5(5).

International Diabetes Federation (2015) IDF Diabetes Atlas. 7th ed. Brussels: International Diabetes Federation;.

Karyadini, H.W., Rahayu and Masfiyah. (2016) ‘Profil Mikroorganisme Penyebab Dermatofitosis Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang’. Media Farmasi Indonesia,Vol 13 No.2.

Lakshmipathy, T.D and Kannabiran, K. (2013)’ Review on Dermatomycosis Pathogenesis and Treatment’. Natural Science.

Marie, H.P and Rosalie, S. (2015) ‘Dermatophytosis, Trend in Epidemiology and Diagnostic Approach. Curr Fungal infect Rep’. 9, 164-179.

Masharani, U. (2016) ‘Diabetes Meliitus & Hypoglicemia’, in Current Medical Diagnosis and Treatment. 55th edn

Ningsih NMT, Winiati NW, Widiawati S. (2022). Hubungan Dermatofitosis dengan Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Sanjiwani Gianyar. Aesculapius Medical Journal. 2(2), 91-96.

Ningsih, N.M.T, Winiati, N.W and Widiawati, S. (2022) Hubungan Dermatofitosis dengan Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Sanjiwani Gianyar’. e-Journal AMJ (Aesculapius Medical Journal), Vol 2 No.2 h. 91-96.

Nurwulan, D., Hidayatullah, T. A., Nuzula, A. F., & Puspita, R. (2019). Profil Dermatofitosis Superfisialis Periode Januari – Desember 2017 Di Rumah Sakit Islam Aisiyah Malang. Saintika Medika, 15(1), 25.

Purnamasari, D. (2009) ‘Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus’ dalam Buku Ilmu penyakit Dalam Sudoyo, A.W et al Jilid IV’. 273, 544-53.

Putri, A. I and Astari, L. (2017) ‘Profil dan Evaluasi Pasien Dermatofitosis’, Berkala ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Vol 29 N0. 2.

Schieke S, and Garg A. (2012) Superficial fungal infection. In: Goldsmith L, Katz S, Barbara A, Paller A, Leffell D, Wolff K, ed. by. Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill Education;p. 2277-97.

Sondakh, C. E.E. J, Pandeleke.T.A., and Mawu, F.O. (2016) ‘Profil Dermatofitosis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. DR. R.D. Kandou Manado Periode Januari-Desember 2013’.Jurnal e-Clinic (eCl), vol 4 No. 1.

Vejnovic, I., Huonder, C.and Betz, G. (2010). Permeation studies of novel terbinafine formulations containing hydrophobins through human nails in vitro. International Journal of Pharmaceutics, 397, 67 - 76.

Verma, S. and Hefferman, MP. (2012) Superficial Fungal Infection: Dermatophytosis, Onichomycosis, Tinea Nigra, Piedra. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller. Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine.7th edn. New York: McGraw-Hill Education, p.1807-21.

Widaty, S and Budimulja, U. (2017) ‘Dermatofitosis’, dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed 7. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, h. 109-116

World Health Organization (2016.). Global Report on Diabetes. 1st ed. Geneva: World Health Organization.

Creative Commons License

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.

Copyright (c) 2025 Mimi Maulida, Arie Hidayati, Sulamsih Sri Budini, Nur Fajrina

Downloads

Download data is not yet available.